Pagi itu, bukanlah pagi yang biasa. Dalam hitungan kerjap mata, ia menyergap awal hari yang seharusnya teduh dan syahdu, menjadi luar biasa. Ingatan padanya, kemudian melekat tajam bak jelantah mencengkeram langit-langit benak. Sejak pagi yang dramatis itu, setiap pagi, dalam rentang waktu yang cukup lama, bersalin rupa menjadi awal hari yang mendebarkan.
Itulah pagi 27 Mei 2006 di Yogyakarta. Kurang lebih pukul 05:55:03 WIB, selama 57 detik dalam geger pertama dan utama, bumi terasa menari tanpa belas kasihan dengan dentum musik berkekuatan 5,9 pada Skala Richter—United States Geological Survey, melalui data yang diperolehnya, bahkan mencatat angka 6,2 Skala Richter.
"Mamiii... Mamiiiii... goyang semua!" Itulah kalimat jeritan pertama putri saya dari kamar mandi, saat hendak membasuh tubuh untuk menjalani hari bersekolahnya. Di usia yang belum genap enam tahun, dalam hitungan waktu relatif singkat, perasaan nyaman masa kanak-kanaknya telah terenggut paksa menjadi trauma yang mendalam. Hatinya kian runtuh saat menyaksikan orang-orang berlarian dalam panik, kemudian histeris massa yang digempur isu tsunami yang konon menghempas dari arah Selatan kota Yogyakarta.
Mengenang itu semua, masih lekat dalam benak saya, pada hari itu listrik padam. Jaringan telepon rumah maupun seluler, tak bekerja. Alhasil, satu-satunya sarana informasi yang tersedia saat itu hanyalah radio. Saya membawanya ke mana saja, terus-menerus membuatnya mengudara dan merapatkan telinga pada suara gemeresek itu, agar tak buta atas situasi berdasarkan informasi dari luar sana.
Indonesia: Negeri Berpupurkan Potensi Bencana
Saya menatap nanar pada materi presentasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), yang diunduh dari acara Nangkring Kompasiana beberapa saat yang lalu. Duh, betapa inilah wajah negeri tercinta, yang untuk pertama kalinya mengusik saya untuk “bangun” dan memelototinya. Dalam hela napas panjang, saya menyimpan rapat lirik lagu Koes Plus bertajuk "Kolam Susu" dalam laci ingatan terjauh. Simaklah image ini:
Mengulik website Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), saya dibuat takjub atas apa yang menjadi tanggung jawab, apa yang telah dilakukan, dan apa yang disiagakan di garda terdepan oleh lembaga pemerintah non-departemen ini. Rasa-rasanya, tak ada kanal yang tidak ditelusupinya untuk menyiapkan setiap warga negara agar memiliki wawasan dan pengetahuan serta pola laku antisipatif atas apa yang bisa terjadi di bawah gemerlap keindahan negeri "kolam susu" ini.