Film sebagai tontonan semakin semarak. Jumlah penonton di tanah air kian meninggi. Seiring kelonggaran beraktivitas, kondisi ranah industri perfilman kembali menggeliat.
Datangnya masa pengekangan gerak karena pandemi, di mana bioskop-bioskop berhenti beroperasi, alih-alih membunuh produk kreatif yang satu ini. Malah sebaliknya, membuat subur sajian hiburan melalui medium ini.
Menonton secara streaming sebagai cara berkelit dari kepungan COVID-19, telah menjadi kebiasaan baru yang tak lekang meskipun kondisi gerak kita telah jauh menjadi longgar saat ini.
Kondisi ini menggeret hal positif lainnya. Kian banyak yang menonton film, kiranya berbanding lurus dengan keinginan untuk melakukan reaksi terhadap tontonan. Dalam istilah kerennya, reaksi penonton ini dalam dunia tulis-menulis kerap disebut "genre" review atau ulasan.
Bagaimana Menulis Review Film yang Menarik?
Jika kita mengamati penulisan artikel berkenaan dengan review film di Kompasiana, kita akan menemukan setidaknya tiga fakta menarik. Pertama, bermunculan nama-nama penulis baru.
Kedua, kian beragam judul dan sumber (baca: platform) tontonan film yang terlihat melalui acuan penulisan. Ketiga, bermunculan event atau acara film yang diselenggarakan oleh institusi nonbioskop dan nonOTT.
Saya meyakini, jumlah artikel ulasan atau review film di Kompasiana kian meningkat. Jika iklim ini terpelihara dengan baik, akan meningkatkan kualitas penulisan, dan diharapkan para penulis atau pengulas film ini akan "naik kelas" menjadi kritikus film.
Untuk yang satu ini, masuk loh dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI). Jadi, tidak berlebihan bila  berharap dalam FFI mendatang, ada Kompasianer yang berdiri di panggung pesta insan film nasional itu.
Sampai di sini, saya tergerak untuk mengulik lebih dalam, dengan pertanyaan dasar "bagaimana sih menulis review film yang menarik?" Untuk itu saya iseng meminta bantuan ChatGPT, sekaligus menguji coba kemampuannya.