Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Erik ten Hag, Dean Holden, dan Kisah Manusia Melebihi Bola

13 Januari 2023   23:51 Diperbarui: 13 Januari 2023   23:58 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih Manchester United Erik ten Hag (AFP/LINDSEY PARNABY/Kompas.com)

Bola disepak sengit, kompetisi kian ketat, pemain makin mahal dibeli dan digaji, pelatih semakin rapuh untuk didepak, itulah rangkuman industri sepak bola dunia dalam satu kalimat--terkhusus kompetisi di Liga Inggris.

SEJATINYA, secara teknis, Manchester United tidak akan berjumpa dalam duel di lapangan hijau dengan Charlton Athletic. Namun, Carabao Cup atau Piala Liga, telah mempertemukan keduanya. Laga itu telah berlangsung pada Rabu, 11 Januari 2023 lalu.

Charlton Athletic adalah klub yang berkandang di Stadion The Valley di Charlton, Greenwich, London. Sementara Manchester United, jelas sebagai diketahui oleh publik Indonesia yang menjadi fansnya, berada di Manchester Raya. Keterpisahan keduanya juga melalui kasta liga. Charlton berada di level Liga Satu Inggris.

Di Old Trafford, sebagai patut diduga demikian, Manchester United menang "mudah". Torehan skor 3:0 untuk United dipetik melalui gol Antony di babak pertama dan susulan dua gol Marcus Rashford di akhir babak kedua.

Tak diragukan lagi, berbagai media telah meliputnya. Rasa-rasanya, tak ada lagi yang perlu diberikan. Bahkan undian babak semifinal telah dilansir, di mana kans Manchester United untuk merebut piala ini meningkat tajam usai tim bebuyutan Manchester City gagal melangkah lebih jauh.

Kisah Humanis di Balik Laga Charlton Athletic dan Manchester United

Dunia sepak bola profesional belakangan ini, terkhusus Liga Inggris, banyak diwarnai dengan berita-berita perseteruan. Terutama sesaat sebelum Piala Dunia 2022 yang lalu digulirkan. Antara pemain dan klub, merembet ke antarpemain dan pemain ke pelatih.

Mudah diduga bahwa momentum tersebut dipicu oleh Christiano Ronaldo yang tiba-tiba muncul dalam wawancara dengan Piers Morgan. Dia menggugat klubnya, Manchester United. Juga menyindir rekan di timnya, dan berbalas komen dengan mantan koleganya.

Namun, belum lama ini, kita membaca kisah yang menghangatkan hati. Kisah kecil di usai perjumpaan laga Charlton Athletic dan Manchester United yang saya sebut-sebut di atas. Kisah yang menarik bagi itu adalah yang diungkapkan oleh manajer Charlton, Dean Holden.

Ketika berada di Old Trafford, sesaat setelah lagi berakhir, Dean Holden diundang Erik ten Hag ke ruang kerjanya. Selama kisaran 15 menit, Erik ten Hag menjamu Dean Holden. Mereka bercakap, mereka minum bersama.

Lebih dari itu, sebagai dikisahkan Dean Holden, Erik ten Hag memberikan hadiah yang tak disangka-sangka olehnya. Sebotol wine untuk istri Dean Holden, sebuah jersey Rashford yang bertanda tangan, serta undangan bagi Dean Holden untuk mengunjungi pusat latihan United, Aon Training Complex di Carrington.

Kepada media Dean Holden kemudian mengungkap lebih jauh bahwa dia dan ayahnya adalah fans garis keras Manchester United. Dalam narasinya, Dean Holden menceritakan bahwa ia sudah pernah duduk di semua sisi lapangan Old Trafford. Dan kini, paripurna saat ia datang sebagai pelatih dengan timnya.

Manusia Melebihi Bola dan Kompetisi

Kisah jamuan pribadi serupa Erik ten Hag dan Dean Holden, pernah berlangsung antara pelatih legendaris United, Alex Ferguson, dan Jose Mourinho. Sesengit bagaimana pun laga di lapangan dan apa pun hasil pertandingan, Jose kerap diundang ke ruang kerja Ferguson dan mereka menikmati wine bersama.

Betapa manusiawi kisah-kisah seperti ini, melampaui komersialisme industri sepak bola profesional, terutama di tanah Inggris. Melampaui berita-cerita saling tikung membeli pemain, tingginya persaingan antarpemain, atau kerapuhan posisi pelatih saat kekalahan mulai menghampiri mereka.

Di balik bola dan gawang yang benda mati, kita kerap lupa pada penggeraknya yang adalah juga manusia. Kita patut menyukuri kisah-kisah seperti ini, yang jarang terekspos di media. Atau, kurang laku bila dijadikan berita.

Saya teringat pada Marcel Proust yang menulis, "Let us be grateful to people who make us happy, they are the charming gardeners who make our souls blossom."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun