Diksi Presidensi G20 sedang mengemuka dalam berbagai perbincangan di media massa. Ini tak lepas dari posisi Indonesia yang mendapat kehormatan memegang Presidensi G20. Riyadh Summit 2020 menetapkan, giliran Indonesia pada 2022.
Diserahterimakan pada KTT Roma 30-31 Oktober 2021, Indonesia menerima mandat sebagai pelaksanakan sejak 1 Desember 2021. Tugas-tugas penting diemban Indonesia hingga ujung akhir pada 30 November 2022.
Sebagaimana terbaca di laman website Bank Indonesia, terdapat lima pilar Presidensi G20 Indonesia 2022. Pertama adalah memperkuat lingkungan kemitraan, kemudian mendorong produktivitas, serta meningkatkan ketahanan dan stabilitas.
Pilar keempat, Presidensi G20 Indonesia 2022 hendak memastikan terjadinya pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif. Dan, pilar terakhir adalah kepemimpinan kolektif global yang lebih kuat.
Memetik Manfaat Optimal
Dalam suasan pandemi Covid-19 yang belum tuntas, Indonesia mendapat kepercayaan yang luar biasa mengemban kepercayaan ini. Tentu hal ini tak terlepas dari kinerja Indonesia dalam menangani pandemi selama dua tahun lebih.
Kepercayaan ini bukan saja (akan) mendatang manfaat berupa kehormatan martabat bangsa, melainkan juga keuntungan nyata. Dalam konteks nyata, menyangkut pemulihan aktivitas perekonomian Indonesia.
Momentum presidensi ini secara psikologis akan memberi nilai tambah bagi pemulihan Indonesia. Kepercayaan masyarakat domestik dan internasional adalah langkah membangkitkan  sektor-sektor tulang punggung pemulihan ekonomi Indonesia.
Dalam aspek ekonomi ini, diperkirakan akan meningkatkan konsumsi area domestik sampai angka Rp 1,7 triliun. Dari sisi penambahan Produk Domestik Bruto (PDB), diperkirakan mencapai Rp7,4 triliun. Ini semua tidak terlepas dari pelibatan peran yang diberikan kepada UMKM.
Bagaimana dengan penyerapan tenaga kerja? Diperkirakan perhelatan ini akan menyita sekitar 33 ribu pekerja yang berada di berbagai sektor. Sebut saja sektor transportasi, akomodasi, makan, minum, dan tentu saja pariwisata.