Lebih dari 12 tahun telah berlalu. Semenjak tayang perdana film Laskar Pelangi, 26 September 2008. Film tentang dunia persekolahan itu mencatat momentum sukses.
Film yang diadaptasi dari novel ini, melengkapi jejak ledak bukunya. Tidak kurang dari 4,6 juta penonton telah menyaksikannya. Ini angka berdasarkan titimangsa Maret 2009.
Pertengahan 2009, gerakan Indonesia Mengajar dimulai. Jejak waktunya, mendekati 12 tahun. Dalam kurun waktu pendek, saat itu, gerakan ini berhasil tumbuh subur di ranah yang telah gembur.
Dalam rentang dua momentum itu, ada banyak kisah yang menyeruak. Baik tersebar dan viral melalui media massa, maupun yang beredar dari mulut ke mulut. Sebagian, menjadi kisah yang dituturkan secara pribadi.
The Teacher's Diary
Saya menemukannya secara tidak sengaja. Posternya muncul di belahan jemari saya. Di layar kaca ponsel. Saat saya menggeser tampilan aplikasi Genflix.
Cerita film ini memiliki kemiripan sekaligus kelainanan yang sangat berbeda. Dalam konteks kisah kisah Laskar Pelangi dan dunia Indonesia Mengajar. Hm, terdengar paradoks? Bukan itu yang dimaksudkan.
Menggunakan kata lain, mungkin lebih pas. Izinkan saya menyebutnya sebagai "varian lain" dalam kolam tema persekolahan. Film yang diperankan Sukrit Wisetkaew dan Laila Boonyasak ini, lebih fokus lebih ke dinamika hidup guru muda.
The Teacher's Diary mengisahkan tentang dua guru muda yang "terdampar" untuk mengajar di pedalaman. Di sebuah sekolah di atas air, yang disebut Baan Gaeng Wittaya (Sekolah Rumah Perahu).
Pergulatan keduanya, disajikan secara unik. Dijejerkan paralel, dalam linimasa berbeda. Ann (Laila Boonyasak) menjalani tahun ajaran sebelumnya, Song (Sukrit Wisetkaew) pada tahun ajaran sesudahnya.