Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kopi di Seputar Perangai Manusia

19 Juli 2017   02:09 Diperbarui: 19 Juli 2017   11:10 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: Pixabay)

Demikianlah kopi menjadi saksi dinamika interaksi perangai keempat karakter. Mereka bermain di arus utama panggung perjalanan hidup yang membenturkan impian dan realita, idealisme dan tuntutan untuk berkompromi.

Dalam Dunia Rekaan

Dinamika benturan perangai di seputar kopi ini seharusnya menjadi menarik untuk disimak dan menyuguhkan banyak pembelajaran hidup. Namun dalam dunia rekaan (baca: film Filosofi Kopi 2), saya perlu berdiam diri dan menarik napas. "Premis" persahabatan, sebagaimana disangka dan dikukuhkan melalui Ost "Sahabat Sejati" buah karya Eross Sheila On 7, sayangnya mengalami blunder dengan masuknya tema pencarian cinta dalam "ruang sempit kedai kopi".

Penutur kisah rekaan ini seolah kehilangan "akal kreatif" untuk mengakhiri cerita. Kisah cinta yang membalut bagian akhir film, bagai alien menyusup di arena konflik antarsahabat, yang selayaknya diselesaikan atas nama persahabatan pula. Aroma sinetron genre romansa, yang kerap menyederhanakan masalah dan mengejar "akhir bahagia" dengan menggeser logika, terasa datang menghampiri bagian ini. Tercium melalui betapa enteng cinta berpindah dan dipertukarkan.

Andai bisa diulang, saya bisa membayangkan dan meyakini film ini akan jauh lebih rapi dan solid, serta meniti premisnya dengan lebih baik. Selain itu, saya mengingat dengan baik untuk membuang "frame" yang bocor, saat di satu adegan kamera tanpa sengaja menangkap orang-orang yang sedang menonton syuting.

Tentu saja saya akan menggunakan kesempatan ini untuk bersikeras mengusulkan membuang, atau setidaknya mengurangi secara tajam, umpatan-umpatan "tak pantas" dalam bahasa Hokkian yang cukup bertebaran. Seolah (cerita) film ini tidak memiliki keyakinan untuk sukses bila tanpa hiasan makian itu. Percayalah, keintiman persahabatan itu tidak diukur dari hal sesepele ini.

Namun demikian, yang bisa saya tuliskan selebihnya adalah, film ini bukan saja akan mempertemukan Anda dengan kopi dan sedikit filosofi yang menyertainya, lebih dari itu bersungguh hendak menempatkannya di ruang apresiasi tertinggi dalam hati Anda. Tonton dan nikmatilah beragam lagu bagus yang menghiasinya. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun