Suatu kali kutemukan
Bunga di tepi jalan
Siapa yang menanamnya
Tak seorang pun mengira
Bunga di tepi jalan
Alangkah indahnya
Oh kasihan kan kupetik
Seb'lum layu
~Koes Plus
SEGALA sesuatu ada waktunya. Semesta kerap mengatur sedemikian elok, sehingga kuliner pun membentuk pola, perilaku, dan habitat yang khas. Konvensi tanpa kongres ini menjadi laku umum, meskipun tak selalu begitu—terutama saat kuliner telah riuh bersalin fungsi bukan sekadar memenuhi perut keroncongan.
Sate Klatak di Yogyakarta misalnya, berkonotasi sebagai santapan malam dan terletak di Selatan kota. Namun seiring dengan berlalunya waktu, banyak yang tidak lagi “taat asas”. Alasannya tentu amat rasional dan sah-sah saja. Sebagai misal, demi memperpendek jarak, memenuhi demand (kebutuhan), atau olah kreativitas untuk berkompetisi guna meraih atau memperluas market (pasar).
Sajian lengkap sate klatak di Nglathak - Foto: @angtekkhun
Warung sate bernama
Nglathak yang dibuka oleh seorang anak muda dengan semangat kolaborasi dan keberpihakan pada olahan pangan lokal dan petani/peternak kecil, berkreasi dua hal sekaligus. Nglathak dibuka sejak siang hari dan diletakkan di Gang Seruni untuk membangun
brand sebagai sate klatak yang berposisi di tengah kota. Tidak pas
banget sih, tapi tidak apa-apa. Sumbu
peta lokasi Nglathak ini telah memberi tahu kita bahwa ia masuk dalam pusaran keramaian kampus UGM.
Ada dua hal yang memantik ingatan saya saban mampir bersantap di sini. Warung mungil yang terletak di gang yang tidak terlalu lebar ini, mengingatkan saya pada judul sebuah serial TV masa lampau yang diangkat dari buku. Laura Ingalls Wilder memberinya judul "Rumah Kecil di Padang Rumput" (Little House on the Prairie). Buat saya, masuk di warung mungil ini, tak terelak dipeluk aura homy.
Warung sate Nglathak mungil di Gang Seruni, Yogyakarta - Foto: @angtekkhun
“Bunga di Tepi Jalan”Kedua, di sini tersedia sejenis teh yang diseduh dari Kembang Telang (ungu). Meskipun bahan baku seduhan ini dipenuhi oleh rekanan dari empunya warung, Kembang Telang ini ditanam pula di tepi halaman Nglathak. Menjadi semacam showroom, agar sensasi kita kian dibuat melejit. Dan, saya pun dibuat baper untuk mengingat lagu Koes Plus berjudul "Bunga di Tepi Jalan"—sempat diorbitkan kembali oleh Sheila On 7 dan menjadi sinetron (2005-2006) di sebuah TV.
Kembang Telang tumbuh merambat di pekaranngan - Foto: @angtekkhun
Malu-malu si Kembang Telang varietas mahkota bunga berwarna ungu - Foto: @angtekkhun
Warung sate Nglathak memperkenalkan minuman ini sebagai Teh Biru. Jika Anda sempat, cobalah menelusurinya melalui
web search engine. Anda akan menemukan cukup banyak informasi tentang kembang ini.
Clitoria ternatea (nama binomial) diperkenalkan sebagai tumbuhan merambat yang hidup di pekarangan atau tepi hutan. Bersisian dengan varietas mahkota bunga berwarna putih, si ungu yang tumbuh di daerah tropis Asia ini kerap dimanfaatkan sebagai pewarna makanan atau kue. Di Thailand, konon, ia unjuk diri sebagai minuman penyegar yang dinamai
Nam dok anchan.
Teh Biru, Mocktail unik seduhan Kembang Telang - Foto: @angtekkhun
Beragam manfaat dan khasiat Bunga Telang telah pula ditulis di banyak media daring. Mulai dari potensinya untuk mengobati gangguan penglihatan dan telinga, hingga dipercaya dapat mengurangi stres. Selain itu bisa mengobati batuk dan bronkhitis, pun untuk detoksifikasi dan mengobati infeksi tenggorokan. Mau lebih detail? Baca
deh.
Lihat Travel Story Selengkapnya