Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kepak Sayap Guru Berkendara Aksara

21 November 2014   10:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:15 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kini, sudah lebih dari 20 tahun ia mengajar. Namun, ia tidak hanya menuai nama-nama murid yang lulus. Melainkan juga nama-nama yang kemudian kondang menjadi penulis. Ia sendiri entah telah menulis berapa ratus artikel di media massa, puluhan buku telah lahir, di samping menjadi editor, juri, pemakalah, pemandu sesi-sesi pelatihan menulis, menjadi dosen yang mengampu mata kuliah Menulis di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah di Universitas Sanata Dharma, Yogakarta.

Apakah Tono kemudian menjadi guru yang kaya raya secara materi karena menulis? Tidak sedramatis itu memang. Namun perjalanan hidup sebagai guru yang menulis menorehkan sejarah dalam satu babak hidupnya. Seseorang yang tidak ia kenal, namun orang tersebut mengenal artikel-artikel yang ditulisnya di media masaa, tiba-tiba saja menberikan tawaran untuk membiayai studinya di tingkat S2, bahkan disiapkan dana hingga S3. Tak mau kemaruk, ia "hanya" bersedia dibiayai untuk Pascasarjana Linguistik Terapan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Menjadi Pribadi yang Antusias

"Menjadi pribadi yang antusias menghidupi kehidupan" tampaknya menjadi kunci suksesnya. Ia menyebutnya sebagai keteladanan personal. Sedangkan keteladanan profesional baginya adalah guru harus siap dan berani memperbarui diri setiap waktu.

Guru sebagai orang yang mendidik siswa, harus pula mengaktualisasikan dirinya. Tak hanya mengajar di depan kelas, setelah selesai lalu pulang, hanya mengikuti sistem yang ada kemudian menunggu gaji di awal bulan. Tidak. “Selain menjadi guru, dosen pengajar Bahasa Indonesia dan menulis, saya juga menjadi editor buku, penulis, dan pembicara di pelatihan kepenulisan."

Apakah ia pernah dilanda rasa malas untuk menulis? Ya, katanya sesekali ia pun merasa malas menulis, padahal biasanya setiap malam ia selalu meluangkan waktu untuk menulis. “Kalau saya tidak menulis berarti saya akan kembali menjadi guru yang biasa-biasa saja. Ah tidak, saya harus menulis,” tegasnya.

Antusias, tidak mudah berpuas diri, dan pantang menyerah dalam memperjuangkan diri untuk menjadi guru yang penulis, yang mendatangkan manfaat luas. Sebuah tekad dan sikap yang patut diapresiasi, sebagaimana bagian yang diperjuangkan oleh Sukanto Tanoto melalui lembaga pengabdian yang didirikannya, Tanoto Foundation.

* * *

Berbahagialah murid dan "murid", kelas dan "kelas", bila guru antusias seperti beliau bermunculan di tanah air. Tak puas hanya menjadi biasa-biasa saja, mengepakkan sayap merentang kiprah. Seperti Tono kecil yang kini lebih dikenal dengan nama pena St. Kartono. [Rujukan 1, 2, 3, 4]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun