Mohon tunggu...
Khumaira Siti
Khumaira Siti Mohon Tunggu... -

student at university

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surabaya Green and Clean: Kepedulian Bambang DH terhadap Lingkungan

13 Agustus 2013   14:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:21 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah sampah memang kerap menjadi di kota-besa kota di Indonesia. Di Surabaya, gerakan pengelolaan sampah yang berlangsung sekarang ini bisa ditarik mulai 2001, ketika TPA Keputih bermasalah. Warga sekitar TPA sangat keberatan dengan dampak bau dan berbagai efek buruk dari penanganan sampah yang kurang• serius saat itu.

Tahun 2001 TPA Keputih resmi ditutup karena sengketa antara pemkot dan warga. Saat itu, Bambang D.H. masih belum mempunyai kewenangan apa-apa karena masih menjadi wakil wali kota. Sementara wali kota saat itu Soenarto Soemoprawiro juga "menghilang"-belakangan diketahui dinnya sedang berobat di Australia. Praktis tak ada penanganan apa-apa sehingga tumpukan sampah pun menggunung. Bisa dibayangkan berapa banyak sampah yang menumpuk, jika 8 ribu meter kubik sampah per hari yang dihasilkan masyarakat Surabaya tak bisa diangkut selama berminggu-rninggu.

Di sisi lain, LPA Benowo yang di-plot untuk menjadi TPA masih belum siap. Ketika diangkat menjadi wali kota pada 2002, Bambang D.H. langsung mengoperasikan dan meluaskan lahan LPA Benowo dari semula 12,6 hektare menjadi 26,7 hektare. Namun, tentu saja itu bukan penyelesaian karena bila dibiarkan, LPA yang berkapasitas 2.520.000 meter kubik sampah itu lama-kelamaan akan penuh. Awalnya, sampah masih ditangani secara konvensional dengan mengandalkan kemampuan pemerintah dan swasta untuk mengangkut dan membakar sampah. Realisasi jumlah sampah yang diangkut dengan armada milik pemerintah kota adalah 3.062 meter kubik per hari, sementara kapasitas daya angkut armada milik pemerintah kota yang berjumlah 108 unit adalah 3.456 meter kubik per hari.

Pengelolaan sampah kota sebagian ditangani sendiri oleh Pemkot Surabaya dan sebagian lagi oleh swasta. Misalnya, penyapuan jalan sepanjang 72.500 m (27,60 persen) dan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dilaksanakan swasta. Sedangkan sisanya, sebanyak 1.702 meter kubik, diangkut sendiri oleh penghasil sampah seperti PD Pasar Surya, pihak industri, pelabuhan, dan lain-lain. Pelaksanaan pembakaran sampah sebanyak 350 meter kubik per hari dilakukan di tujuh LPS yang ada di Surabaya. Kondisi yang tampaknya sudah aman itu ternyata masih membuat Bambang D.H. risau. Dia menganggap dengan penanganan seperti itu, potensi terjadinya pencemaran lingkungan masih besar.

Semuanya berubah ketika pada 2004 Bambang,bertemu pihak Unilever, jawa Pos, dan sejumlah pakar pengolahan sampah. Pria asal Pacitan itu kemudian banyak belajar dan menemukan bahwa ada satu cara fantastis untuk mengatasi masalah ini.

Cara fantastis itu disebutnya "Surabaya Green and Dean". Konsepnya sederhana, yakni melibatkan masyarakat. Pemkot menggandeng sejumlah pihak, seperti Universitas Surabaya, Pusdakota Ubaya, dan, Unilever kemudian mensosialisasikan cara pengolahan sampah yang baik. Sebelumnya, Pemkot dan Unilever sudah melatih sekitar 20 perempuan muda untuk menjadi motivator lingkungan. Mereka mendapat pelatihan khusus mengenai penanganan sampah agar sampah komunal benar-benar bisa didaur ulang. Dengan begitu, sebuah kampung bisa-bisa tak perlu lagi mencari tukang sampah untuk mengangkut sampah karena semua sampah yang dihasilkan sudah terdaur ulang.

Dukungan Jawa Pos dalam menyosialisasikan program ini begitu besar. Berkat surat kabar nasional yang bermarkas di Surabaya itulah "Surabaya Green and Dean" terasa gaung dan geliatnya. Uji coba yang berhasil itu membuat Bambang bersemangat. "Ini menunjukkan bahwa masyarakat ternyata bisa diedukasi," ujar Bambang.

Bambang pun turun sendiri untuk memimpin replikasi program penanganan sampah yang sukses di dua kecamatan tersebut. Namun sebelumnya, dia harus melatih lebih banyak orang lagi untuk menjadi penggerak sekaligus supervisor pengolahan sampah di kampung masing­masing. Bambang D.H. menggelar pendidikan pelatihan para motivator lingkungan, fasilitator lingkungan, dan kader lingkungan. "Sengaja dibuat berjenjang, biar koordinasi di lapangan menjadi lebih mudah,"jelasnya.

Singkatnya, kader lingkungan adalah para penggerak pengolahan sampah di lingkungan masing-masing. Sekitar beberapa ratus kader merupakan binaan dari seorang fasilitator. Beberapa fasilitator itu kemudian dibina oleh seorang motivator. "Jangan tanya militansinya. Sangat luar biasa. Padahal, mereka itu sama sekali tak dibayar," kata Bambang D.H. dengan nada bangga.

Menurutnya, sebenarnya karakter masyarakat Surabaya itu bisa diajak berubah ke arah lebih baik. "Apalagi timbul kesadaran, kalau lingkungan sekitarnya bersih, tentu yang diuntungkan adalah dirinya sendiri. Itu saja," tandasnya. Hingga 2011 lalu, total sudah ada 20 motivator lingkungan, 400 fasilitator lingkungan, dan 30 ribu kader lingkungan di Surabaya. Padahal, Surabaya hanya mempunyai sekitar 1.500-an RW Bila dirata-rata, tiap RW mempunyai 20 kader lingkungan. Sebuah modal sosial yang sangat berharga untuk menjaga kebersihan lingkungan.

sumber: buku Bambang DH: Mengubah Surabaya (Ridho Saiful Ashadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun