Kepiawaian dalam berbicara di depan umum menjadi nilai tersendiri bagi seseorang. Karena tak semua orang bisa atau mahir untuk melakukan hal itu, meskipun ia memiliki gelar, strata sosial atau latar belakang pendidikan yang cukup. Oleh karena itu, orang yang pandai berbicara di depan umum, biasanya sering dicari, dibutuhkan jasanya. Tak terkecuali juru pasrah-terima tunangan dan pernikahan.
Alhamdulillah, ketrampilan untuk memasrahkan atau menerimakan sebuah tunangan atau "sasrahan" pernikahan perlahan melekat pada diri saya. Meski tergolong masih muda, saya sering diminta keluarga, tetangga dan teman sebagai juru pasrah atau juru terima perihal pertunangan atau pun sasrahan dalam adat pernikahan.
Ketrampilan untuk mahir memasrahkan atau menerimakan tunangan atau pernikahan seseorang itu juga butuh proses (baca: jam tayang). Meski beragam media bisa diakses guna referensi, namun jam terbang atau jam terbang tak bisa dipingkiri. Semakin banyak jam terbangnya, semakin piawai menyampaikannya.
Karena berdasarkan pengalaman yang sudah saya rasakan, sesrahan atau pertunangan antar daerah berbeda-beda. Lain tempat, lain adat. Jangankan beda wilayah, beda kota, antar desa pun terkadang ada perbedaan. Maka sebagai juru pasrah atau juru terima, sudah seharusnya mengetahui dan memahami adat daerah yang akan dituju, atau dilangsungkan acara.
Inti dari sang juru pasrah atau juru terima adalah mampu menyampaikan maksud dan tujuan atau menerima maksud dan tujuan dengan kalimat yang baik dan benar. Â Penjabaran dengan kalimat yang baik dan benar inilah yang menjadi tugas utama sang juru bicara. Ada kalanya hal itu diungkapkan dengan menggunakan bahasa daerah, bahasa ibu dari Sohibul hajat, atau bisa dengan bahasa Indonesia, jika memang kedua keluarga dari daerah atau bahasa yang berbeda.
Imam Chumedi (KBC-28)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H