Generasi zaman now, generasi milenial. Itulah diantara sebutan untuk para generasi muda sekarang ini. Ironinya, generasi zaman now identik dengan generasi gadget, generasi internet. Karena tak bisa dipungkiri, hampir semuanya tersedia dengan bebas. Anak-anak pun bisa mengakses kapan saja dimana saja, bahkan realitanya, banyak yang berlebihan atau kecanduan, terutama untuk bermain game.
Berbeda dengan anak zaman dahulu yang terkenal lugu, sopan santun. Permainannya pun, masih seputar permainan tradisional. Maklum, zaman itu belum ada alat komunikasi secanggih hp. Mainan anak-anak zaman dahulu hanya seputar: petak umpet, gopak sodor,kasti, mandi di sungai dan permainan lainnya.
Uniknya, mandi di sungai yang dahulu sering dilakukan anak zaman dulu, ternyata masih bisa dijumpai sekarang ini. Khususnya di sepanjang sungai yang melewati desa Klampok kecamatan Wanasari kabupaten Brebes, khususnya di samping MIN Wanasari. Meski airnya terlihat keruh, bahkan beberapa sampah terlihat dengan jelas mengalir bergantian, namun puluhan anak dengan asyiknya bermain, berenang di sungai tersebut.Â
Saat musim seperti ini, yakni musim penghujan, di mana air mengalir dengan deras, ditambah lagi dengan hujan yang mengguyur, justru menambah kehangatan Adus-Adusan anak untuk beraksi di sungai itu. Mereka datang dari mana saja, tak hanya dari komplek sekitaran sungai, bahkan ada yang datang dari desa tetangga, seperti Keboledan dan Pebatan.
Ada beberapa faktor, mengapa Adus-Adusan di area sungai itu masih menjadi daya tarik tersendiri bagi beberapa anak. Pertama, sungai tersebut berada di pinggir jalan, bahkan di tengah pemukiman warga. Anak-anak bisa beraksi dengan sesuka hati. Kadang meloncat dari atas dengan beragam gaya, yang bisa disaksikan banyak orang. Di tengah keramaian itulah antar teman bisa saling unjuk gigi.
Namun anak-anak biasanya berenang saat debet air mengalir, yakni saat penutup pintu air (baca: stobal) dibuka. Sehingga saat loncat dari atas, otomatis langsung terdorong aliran sungai pada tempat yang tidak terlalu dalam.
Ketiga, area sungai itu bisa menjadi tempat alternatif anak-anak bermain dan berlatih renang secara gratis. Hal ini dialami penulis sendiri. Sekitar 25 tahun yang lalu, saat masih kecil, penulis juga sering bermain, berlatih renang di sungai itu bersama teman sebayanya.
Sebaliknya, saat kemarau tiba, debet sungai itu biasanya sedikit bahkan berwarna pekat dan dipenuhi sampah. Biasanya sungai beralih menjadi wahana pemancingan warga sekitar. Jadi, sungai itu bukanlah tempat mandi anak-anak untuk tiap harinya, melainkan hanya tempat iseng, bersenang-senang, mengekspresikan diri di tengah arus sungai yang mengalir, meskipun dengan air yang tak jernih.
Imam Chumedi (KBC-28)