Menulis itu harus dengan hati, bukan sekedar menuangkan ide pikiran saja. Apalagi dengan emosi. Tetapi menulislah dengan sepenuh hati. Tidak setengah-setengah, tak boleh ragu, dan harus mantap, hingga tulisan kita selesai, mudah dibaca dan dipahami, sukur bisa bermanfaat bagi orang lain.Â
Untuk menulis dengan sepenuh hati, dibutuhkan suasana hati yang tulus, tidak terpaksa atau dipaksakan. Tetapi menulis memang betul-betul merupakan panggilan jiwa. Menulis yang terkesan dipaksakan akan berimbas pada hasil tulisan. Semisal, putus di tengah jalan. Atau ingin buru-buru menyudahi tulisan.Â
Sebaliknya tulisan yang ditulis dengan sepenuh hati, apalagi ditambah dengan insting sang penulisnya akan menambah cita rasa sebuah tulisan. Seperti pada beberapa karya tulis ternama semacam puisi, novel best seller. Ketika kita membacanya, seolah kita hanyut di dalam ide cerita, maupun latar di dalamnya.Â
Tulisan sepenuh hati sangat tajam dan bisa menggugah jutaan hati. Meski sedikit, terdiri dari beberapa kalimat saja, kadang bisa meresap ke relung hati, ketika membacanya berulang-ulang. Seperti tulisan dalam bentuk lirik lagu.Â
Tak sembarangan orang bisa menuliskan lirik lagu dengan baik, sekalipun dia seorang penulis handal. Karena menulis lirik lagu harus dengan sepenuh hati, juga memperhatikan diksi dan irama.Â
Menulis dengan sepenuh hati akan menghantarkan penulisnya mampu mengurai ide dalam fikirannya dengan luas tanpa batas. Mengalir deras bak air pegunungan. Tak ada kejanggalan dalam tiap rangkain kata dan kalimatnya. Tulisannya enak dibaca, mudah difahami bahkan membuat pembaca betah dan Ingin terus mengikuti tiap kalimat, tiap paragrafnta, hingga usai.Â
Namun menulis dengan sepenuh hati memang harus terus dilatih. Kondisi serta suasana jiwa sangat mempengaruhi seseorang. Maka suasana hati ketika mau menulis haruslah selalu dalam keadaan baik dan tenang. Namun jangan heran pula, bisa jadi ada seorang penulis yang justru mampu menghasilkan tulisan yang bagus, saat hatinya sedang terluka atau tersakiti. Tiap untaian kata-katanya betul-betul merupakan luapan perasaan jiwanya.Â
Begitu juga, kebahagiaan seseorang yang dituangkan dalam bahasa tulis akan menghasilkan luapan syukur dan kalimat yang indah.Â
Menulis dengan sepenuh hati juga dapat diartikan menulis sesuatu dengan semangat dan baik. Bukan asal menulis. Tetapi telah disiapkan dengan matang berbagai komponen penunjangnya. Seperti daftar literasi, sumber tulisan baik berasal dari pengamatan, diskusi, reportase atau mungkin ketajaman fiksi sang penulisnya.Â
Menulis itu akan semakin berarti manakali hati kita ikut merangkai rasa di dalamnya. Menulis dengan hati, akan sampai pula pada hati para pembacanya. Sebaliknya menulis tanpa hati, tak ubahnya hanya hamparan kata dan rangkaian kalimat saja.Â
Imam Chumedi, KBC-28