Sering kita mendengar bahwa seseorang tak bisa menulis atau berhenti menulis karena tak ada ide untuk di tulis. Padahal sesungguhnya ungkapan tak ada ide untuk di tulis pun sudah bisa menjadi ide atau tema sebuah tulisan. Karena pada hakekatnya apa saja, kejadian, peristiwa yang ada, sesuatu menyelimuti kita, bisa kita tuangkan menjadi sebuah tulisan.Â
Tinggal bagaimana kemauan kita. Sejauh mana, sekuat apakah kemauan kita untuk mengikat dan menuangkannya dalam sebuah tulisan. Faktor inilah sejatinya yang menjadi tolok ukur seorang penulis, bukan persoalan ada ide atau tidak. Ide menulis setiap saat setiap kejadian bisa saja muncul. Keraguan, kegamangan terkadang selalu menghantui untuk menuliskannya.Â
Menulis itu sesungguhnya mengalir saja. Metode bercerita adalah metode yang paling mudah. Bayangkan saja kita sedang bercerita, berbicara kepada orang lain tentang apa yang sedang kita rasakan, tentang sesuatu yang kita lihat, kita alami atau tentang opini kita menyikapi sesuatu.Â
Menulis juga tak harus mengikuti alur tulisan orang lain. Menulislah dengan gayamu sendiri. Ada kalanya tulisan seseorang mengacu pada paragraf bersifat induktif atau pun deduktif. Atau mungkin dengan paragraf campuran. Intinya tulislah terlebih dahulu apa yang ada di otak kita. Ceritakan saja semuanya, mengalir bak air. Tak usah hiraukan hasil.Â
Sebagian orang merasa buntu bahkan mengurungkan niatnya untuk menulis karena biasanya sudah dibayang-bayangi dengan hasil tulisannya nanti. Bagaimana yah nanti tulisanku, bagus atau tidak, bisa diterima pembaca atau tidak,? Bayang-bayang ini menjadi beban berat yang akhirnya justru menjadi tembok besar yang menghalangi niat dan minat menulis kita.Â
Menulis itu santai, lepas dan tak terikat oleh ini dan itu. Mengalir saja, bercerita dari sana kemari, dari bawah ke atas atau sebaliknya dari atas ke bawah. Setiap penulis punya gaya masing-masing dalam menceritakan alur tulisannya. Tak mungkin semuanya sama. Bahkan jika ada kesamaan, justru dimungkinkan seorang penulis itu meniru gaya tulisan orang lain.Â
Bercerita melalui tulisan adalah metode paling mudah untuk membuat sebuah tulisan. Meskipun, tulisan dengan metode bercerita kadang terkesan biasa, datar dan naratif. Namun sebetulnya semua itu dikembalikan lagi pada penulisnya. Bercerita tak harus datar dan runut dari A sampai Z. Bisa saja kita mulai dari Z ke A, atau melompat-lompat, bolak-balik diantara A-Z.Â
Bercerita lewat tulisan juga bukan berarti menuangkan cerita dalam tulisan apa adanya. Opini kita juga bisa menjadi bumbu-bumbu tulisan kita. Kekayaan literasi dan referensi akan menambah khazanah diksi tulisan seta cita rasa sebuah tulisan. Sehingga tampak dan sangatlah terasa ruh sebuah tulisan seorang penulis, meskipun di tuangkan secara naratif.Â
Sebagai contoh, ketika kita mengamati seseorang dalam bercerita, mendongeng, ceramah saja berbeda-beda gayanya. Ada yang berangkat dari diri sendiri, ada yang berangkat dari sebuah latar, ada pula yang berangkat dari salah seorang tokoh, semua berbeda, beragam.Â
Begitu juga bercerita melalui sebuah tulisan, semuanya pasti menghasilkan tulisan yang berbeda. Oleh karena itu, biasakanlah bercerita melalui tulisan. Hal ini guna mempermudah mindset dalam menulis. Selebihnya adalah pembiasaan. Pembiasaan menulis inilah yang nantinya bermuara pada penemuan jati diri, gaya tulisan seorang penulis.Â
Imam Chumedi, KBC-28