Dahulu sempat kepikiran mau dinamai dengan nama panggilan anak, tetapi kasihan. Akhirnya saya tetapkan dengan nama MBAK NOK. Karena sebutan Mbak atau Nok itu adalah sebutan yang familiar untuk semua kalangan. Remaja putri, Ibu-Ibu juga bisa dipanggil dengan sebuatan Mbak atau Nok," urai Lukman.
Justru, tak pernah diduga oleh saya sebelumnya. Ternyata di keramaian baksonya, Darojatun maupun Lukman masih saja mau melayani pembeli yang hanya membeli seadanya, tanpa harus seharga seporsi bakso."Kadang masih ada ibu-ibu yang beli cuma 3000 atau 4000 saja, untuk lauk nyuapi anaknya. Segitu, tetap kami layani. Karena mungkin itu adalah rizki saya. Dan rizki itu tak boleh ditolak, berapa pun besarannya."
Selain ketegaran dan kesabarannya dalam berdagang, Darojatun dan Lukman  ternyata pandai menerapkan sistem marketing baksonya. Baginya, ambil sedikit tak apa, yang penting, laris manis penjualan bisa laku banyak.Â
Sering kali Lukman juga memberikan bonus untuk pembelian atau pemesanan dengan jumlah yang banyak. Bahkan Lukman sedikit membandingkan dengan bakso lainnya sebagai salah satu nilai plus baksonya. Selain ia memberikan sentuhan tetelan di dalam baksonya, di luar bakso, sering juga ia menambahkan tetelan daging lagi. Pastinya, pelanggan akan senang.
Ada yang sengaja datang dengan motornya, ada pula yang datang dengan roda empat. Dan mereka datang tidak hanya dari desa itu saja, luar desa pun banyak yang berdatangan. "Baksonya enak, mantap" ungkap Kobar, salah seorang pelanggan asal desa tetangga, Bulusari yang sedang lahap menikmati bakso Mbak Nok.
Kesuksesan Darojatun sekarang ini adalah bagian dari ketegaran dan ketekunannya yang sudah dibangun selama enam tahun ini. Jika diingat cobaan dan makian dahulu, sungguh sangat menyesakkan hati. Ketika mulai merangkak berjualan bakso di pondok atau tak lagi berkeliling pun masih ada suara sumbang yang terdengar. Entah itu hanya gertakan atau mungkin upaya penggembosan saja dari orang-yang yang tak menyukainya." Kamu, jualan disini, nggak bakalan ramai".
Lukman dan Darojatun termasuk orag yang ulet dalam menekuni usahanya. Beragam cobaan dalam usaha ia lakoni dengan sabar dan penuh ketegaran. Pernah suatu saat  Lukman berkeliling menjajakan baksonya ke sebuah desa. Tanpa disangka yang datang untuk membeli baksonya adalah seorang lelaki yang sedang mabok. Tanpa basa-basi, lelaki tersebut membeli bakso Lukman hanya dengan uang 10000 namun meminta banyak baksonya, lebih dari umumnya. Lukman tak berdaya, tak mau ribut. Diberikannya bakso yang banyak, meski ia hanya menerima uang 10000 rupiah saja.
Kisah tragis lainya pernah dialaminya. Hampir saja di pagi buta saat dirinya berangkat menuju penggilingan daging untuk baksonya, ditengah jalan ia hampir dibegal oleh dua orang tak dikenal. Untungnya, Lukman yang dulu pernah menjadi satpam sudah menyiapkan diri. Sebelum begal itu menyerangnya, Lukman lebih dahulu menghampiri dengan sigap mengeluarkan senjata tajam yang sudah disiapkannya. Walhasil, begal itu justru kabur, terbirit-birit.