Tiap memasuki sebuah desa, sering kita menjumpai sebuah gapura desa. Sebaliknya ketika kita hendak meninggalkan suatu desa, ada pula gapura yang terpampang.
Gapura dibuat dengan beragam bentuk, ukuran maupun bahannya. Semua itu sebagai pertanda bahwa kita memasuki sebuah desa dengan nama A, B dan seterusnya. Biasanya tertulis Selamat Datang, Sugeng Rawuh atau sebliknya, Selamat Jalan, Sugeng Tindak.Â
Namun dibangunya sebuah gapura desa apakah hanya berfungsi sebagai penanda masuk keluar sebuah desa saja? Tentu tidak. Gapura desa selain sebagai papan nama sebuah desa juga mengartikan beberapa hal berikut:
Pertama, Gapura desa dibuat sebagai tapal batas sebuah wilayah desa tertentu. Banyak kita jumpai di beberap desa, batas-batas desa yang belum banyak diketahui warga. Apalagi sebelum adanya gapura atau gerbang desa.
Sebagai contoh kecil yakni batas antara desa kecil Wangandalem dengan desa Terlangu di kecamatan Brebes. Dahulu banyak belum mengerti batasan yang sesungguhnya.
Begitu juga batas antara desa Wangandalem dengan desa sebelahnya, Pemaron, yang terkesan menyambung tanpa batsaan yang jelas. Namun dengan adanya Gapura desa kini warga tahu batas desa yang semestinya, karena Gapura dibuat pas ditengah perbatasan.
Ada yang terkesan biasa, simpel. Ada pula yang terbentuk dengan elegan. Tentunya bukan karena anggaran yang digunakan untuk membangunnya, tetapi betul-betul mencirikan suatu desa.
Ketiga, Gapura desa juga sebagai suatu kebanggan tersendiri, terutama ketika kita baru saja keluar desa jauh atau dalam kurun waktu lama. Ada rasa bahagia, ketika kita sudah memasuki gapura atau gerbang desa, tanah kelahiran kita. Sebaliknya, ada rasa kehilangan, ketika kita akan pergi jauh atau lama meninggalkannya.
Imam Chumedi, KBC-28
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H