Menjadi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) mungkin menjadi harapan sebagian besar orang. Betapa tidak, mereka menerima bansos berupa uang tunai rutin tiap tri wulan. Bahkan sejak ditetapkannya pandemi Corona, kini para KPM menerima bansos tersebut tiap bulan sejak April hingga Desember mendatang.
Pantas saja, sebagian besar penerima PKH justru merasa di zona nyaman. Tak usah bersusah payah, uang tunai pun masuk di rekening ATM dengan sendirinya. Labelisasi sebagai keluarga miskin yang masif dilakukan sebagian pendamping PKH, serasa tak cukup untuk membuat para KPM yang tingkat kehidupannya semakin membaik, untuk mundur. Ya, inilah mentalitas kemiskinan yang sesungguhnya. Mengaku, selalu merasa miskin dan terus berharap beragam bantuan dari pemerintah maupun orang lain.
Namun, ternyata mentalitas miskin itu tak sedikit pun melekat di hati beberapa perempuan PKH asal Brebes. Ada beberapa perempuan hebat yang telah mengundurkan diri karena merasa sudah sejahtera (baca: graduasi PKH). Mereka dengan mantapnya, menyatakan mundur dari kepesertaan PKH dan menekuni wirausaha. Perempuan-perempuan itu menginspirasi kita semua, tak terkecuali bagi para KPM Program Keluarga Harapan yang masih merasa miskin, merasa di zona nyaman, rutin terima bantuan tanpa berkeringat, tanpa lelah.
Kedua, Yudianungrum (30 th). Perempuan dengan 2 anak ini, terdaftar sebagai penerima PKH sejak tahun 2014. Ia tingga di dusun Buntrak rtb04.rw 02 desa Wlahar, Larangan. Di tahun ini, ia pun optimis, melepaskan diri sebagai keluarga miskin, penerima PKH. Yudianingrum terbilang cukup energik dan kreatif. Dirinya memproduksi krupuk telor asin, krupuk bawang dan seblak kering yang cukup enak dan nikmat. Dibantu dengan 4 karyawannya ia terus berinovasi dalam memasarkan produknya, baik di dunia nyata maupun dunia maya, sehingga kini omsetnya bisa mencapai 36 juta per bulan. Ajib.
Pada deretan ke empat, ada ibu Etini (49). Masuk sebagai penerima PKH di tahun 2018. Dan di pertengahan tahun 2020 ini, langsung cabut diri. Perempuan yang bermukim di rt 06 rw 09 dukuh Nambo, desa Buara, Ketanggungan ini termasuk sosok perempuan tangguh. Sedari pagi buta, tepatnya pukul 00.00 wib, ia sudah beraktivitas, bergelut dengan beragam sayuran hingga Subuh tiba. Etini terbilang pengepul dan bakul yang cukup lumayan, sehingga tak harus susah payah mengecer sayuran. Omsetnya perbulan bisa mencapai 9 juta.
Dan perempuan kelima yang bisa jadi inspirasi para penerima PKH untuk bisa graduasi mandiri, yakni ibu Umiyati, dari Dukuh tengah, Ketanggungan Brebes, tepanya di rt 02 rw 05. Tak seperti umumnya perempuan lain yang memilih usaha dagang, Umiyati justru menekuni ketrampil membuat batu bata merah. Ia pun di tahun 2020 ini meneguhkan tekadnya untuk graduasi mandiri dari PKH. Baginya, omset 8,5 juta perbulan sudah cukup untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga dan biaya sekolah anak-anaknya. Banyak bersyukur, lebih baik memberi dari pada menerima juga menjadi salah satu motivasinya.
Pendamping PKH Kec. Wanasari, Brebes. Imam Chumedi, KBC-28.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H