Setiap orang tua pasti berharap dan mendoakan yang terbaik untuk anak-anaknya. Baik untuk kehidupan dunia maupun akhiratnya. Termasuk aku, sangat berharap pada anakku, Mahya.
Aku berharap besar ia bisa mulai belajar puasa seharian penuh pada Ramadan kali ini. Mungkin harapanku, agak tinggi, berharap di usianya yang baru 6 tahun bisa berpuasa penuh seharian. Maklum saja, anak sebayanya saja, di sekitarku masih banyak yang tak puasa, bahkan masih belepotan dalam mengaji dan melafalkan doa-doa sehari-hari.
Harapan agar Mahya, anak keduaku bisa puasa penuh, kukira tak berlebihan. Sebab, alhamdulillah, anak pertamaku, Muhammad Irsyad juga dapat menjalaninya, meski waktu itu sempat batal 1 hari, karena sakit. Dengan berbagai upaya di usianya yang waktu itu baru 6 tahun, tepatnya kelas 1 sekolah dasar, ia pun bisa puasa seharian, hampir seratus persen.
Kali ini aku berharap kepada Mahya, yang merupakkan anak keduaku, untuk mencontoh kakaknya. Alhamdulillah 4 hari ini, dia bisa lulus puasa Ramadan seharian tanpa halangan berarti. Namun naluri kekanakannya masih ada. Pagi tadi, ia sempat ngambek dan nangis saat mamahnya berbelanja untuk kebutuhan berbuka puasa. Mamahnya, berbelanja seperti biasa, membeli sayuran dan lauk-pauk untuk sore nanti.
Mahya ngambek. "Ngga ada yang kusuka!" ucapnya mengarah ke beberapa lauk yang ada. Rupanya ia bosan dengan menu buka puasa dan santap sahur beberapa hari ini. Ia berteriak: "Aku mau daging!". Aku pun segera menenangkannya. Dan berjanji, buka puasa sore nanti, kita akan beli sate kambing. Tetapi aku pun memberikan syarat kepadanya agar berhenti  dulu menangisnya, dan meneruskan puasanya sampai sore nanti.
Sore hari pun tiba, selepas sholat Ashar, Mahya rupanya sudah siap berdandan rapi, sembari menagih janjiku untuk berbuka puasa dengan lauk sate. Aku pun segera mengajak keluargaku menuju salah satu warung sate. Kubeli, cukup setengah kodi (10 tusuk saja) untuk menemani lauk pauk yang sudah dibeli isteriku pagi tadi.
Dan benar, Mahya pun berbuka puasa, makan sate dengan lahapnya. Ada keceriaan tersendiri saat kupenuhi apa yang menjadi keinginannya. Ia pun tak lupa mengucapkan terima kasih kepadaku. Aku berasa senang dan bahagia dengan puasanya yang sudah empat hari ini tanpa batal di tengah hari, tak seperti Ramadan tahun-tahun sebelumnya.
Selepas berjamaah traweh, aku berjanji kepada Mahya, jika ia sanggup berpuasa penuh seharian besok hingga ahir Ramadan nanti, akan kubelikan hadiah untuknya. Tentunya apa yang menjadi kesukaannya, baju gamis ber-merk dan seperangkat mainan masak-masakkan anak cewek masa kini.
Semoga harapanku di Ramadan tahun ini bisa terkabul. Ya, Mahya. Anakku, Si cantik nan rumil bisa puasa Ramadan penuh. Seandainya tak bisa seratus persen pun tak apa-apa. Karena aku menyadari betul kondisi dan usianya yang baru 6 tahun. Dan hadiah yang kujanjikan semata-mata untuk memotivasinya dalam berpuasa.
Semoga seiring waktu, ia pun akan mengerti arti penting dapat melaksanakan puasa penuh. Bahwa sesungguhnya berpuasa itu merupakan suatu kewajiban seorang muslim yang harus dilaksanakan semata-mata karena Allah, bukan karena sate, hadiah atau segala bentuk iming-iming yang ia rasakan di masa kecilnya.
Imam Chumedi, KBC-028