Backpacking aku kali ini diawali oleh perkenalanku dengan seorang mahasiswi asal Jepang di kota Bogor. Sebut saja namanya Sakakibara (21). Aku yang belum tahu banyak tentang Ujungkulon dipaksa menjadi tahu, karena setelah beberapa kali bertemu, dia mengatakan memiliki free days dan memohon untuk ditemani ke Ujungkulon. Dia berkata telah mendengar keindahan salah satu situs warisan alam dunia ini dari dosennya di Jepang.
Setelah menghubungi teman alumni sekampus yang asal Banten dan membaca tulisan di berbagai blog terkait Ujungkulon, akhirnya akupun mengiyakan ajakannya. Tujuan utama kami adalah pulau Peucang. Pantai pasir putih, terumbu karang, perairan laut biru jernih yang sangat ideal untuk kegiatan berenang, menyelam, memancing, snorkeling dan ekosistem hutan dataran rendah.
Jum’at siang 02.00 pm kami melaju dari kota Bogor melewati Dramaga – Leuwiliang – Jasinga – Rangkas Bitung – Pandeglang – Labuan – Cibaliung – Cimanggu – Desa Sumur. Setelah melewati nuansa hutan sengon dan jabon di Jasinga, lalu menghirup aroma pantai diiringi pemandangan Sunset setelah melewati Labuan, barulah jam 06.30 malam kami sampai di Cimanggu.
Disini kami bertemu dengan kang Aip (teman alumni) yang memang aseli putera Banten. Sambil makan malam dengan tumis cumi dan peuteuy,kang Aip menjelaskan, bahwa untuk mencapai Ujungkulon baiknya melewati desa Tamanjaya yang merupakan lokasi pintu masuk utama dengan berbagai fasilitas, seperti pusat informasi, wisma tamu, dermaga, sumber air panas. Namun lokasinya kurang lebih 1 jam perjalanan setelah desa Sumur.
Mengingat mulai larut malam, kang Aip menawarkan untuk menginap di rumah mertuanya yang juga merupakan mantan kepala desa di desa Sumur. Tanpa basa-basi kami pun mengiyakan. Sebenarnya sudah ada beberapa penginapan di desa Sumur bahkan ada yang menyediakan paket tour dan kapal motor untuk turis yang memang berniat wisata atau memancing ikan. Tapi kalau ada sesama alumni kenapa tidak.
Selesai makan di Cimanggu, kami mengikuti motor trail kang Aip dari belakang. Jalan menuju desa Sumur masih manusiawi untuk city car yang aku kemudikan. Deburan ombak, sayup terdengar dari sebelah kanan jalan yang kami lalui. Kurang dari 1 jam kami sampai di desa Sumur dan kang Aip langsung mengenalkan kami dengan kang Hudan, salah seorang warga lokal yang juga pemilik motel & paket wisata disana. Syukurnya besok pagi akan ada trip ke pulau Peucang dengan rombongan tamu dari Jakarta yang akan dipimpin langsung oleh kang Hudan.
Biasanya untuk trip 2 days 1 night dari Jakarta to Peucang, biayanya @Rp 950ribu sudah includetranportasi JKT- Sumur PP, sewa kapal, makan 5 kali, tiket masuk, Canoing, sewa alat snorkling dan penginapan (room sharing) di Peucang. Dengan sedikit proses tawar-menawar ala anak Fahutan dan diiringi tatapan mengiba dari seorang mahasiswi Jepang, akhirnya kami pun diperbolehkan bergabung dan diberi diskon 50 %.
Sabtu pagi jam 7 di depan pasar dekat kantor desa Sumur kami berkumpul. Melangkah diantara para penjaja ikan segar lalu naik sampan bermesin untuk menuju kapal kayu yang lebih besar, yang telah menunggu di antara “bagang” (rumah apung perangkap ikan) yang berjarak kurang lebih 500 meter dari pantai. Penumpang berpindah, jangkar dinaikkan, dan perjalananpun dilanjutkan diiringi obrolan perkenalan dan gelak tawa diantara peserta. Tampak di bagian belakang kapal, kang Hudan dan team sudah mulai sibuk memasak ikan dan sayur mayur untuk makan siang kami.
“Subhanallah”. Bibir ini tak henti-hentinya memuji kuasa Tuhan saat melihat keindahan pasir putih yang diapit oleh nuansa birunya laut di bagian bawah dan hijaunya pepohonan di bagian atas. Itulah pemandangan ekosistem darata Taman Nasional Ujung Kulon di seberang sana. Sebuah asset nasional dan telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991. Perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa dan terluas di Jawa Barat. Habitat yang ideal bagi atwa langka badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan berbagai flora fauna endemik lainnya.
“It is area of Ujungkulon National Park. Javan rhino habitat.” Kataku pada si Jepang.
“We will see a rhino ?” dia balik bertanya.