Mohon tunggu...
Muhammad Saleh
Muhammad Saleh Mohon Tunggu... Freelancer - ASNeurship

Share Your Knowledge For Better Life

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Dokter Eka Erwansyah tentang Bencana Gempa dan Tsunami Palu

9 Oktober 2018   19:02 Diperbarui: 10 Oktober 2018   13:33 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari jumat siang saya masih asyik menikmati fasilitas dunia. Mendapatkan door prize menginap di Grand Clarion Hotel untuk 2 malam. Jumat siang Check In.  Pada sore hari menjelang Magrib mendapatkan informasi tentang terjadinya bencana gempa dan tsunami di donggala dan Palu Sulawesi tengah.

Kejadian gempa Palu memnbuat saya tidak berpikir panjang  untuk segera berangkat dan terlibat langsung menjadi Relawan kemanusiaan. Diperkuat oleh adanya tantangan dari senior. Sabtu pukul 14.00 saya ke bandara untuk turut di pesawat Hercules tetapi ternyata hanya TNI  yang bisa berangkat pada hari sabtu. Saya bersama relawan medis baru bisa berangkat besok subuhnya.

Saya segera begegas, saya tidak ingin ketinggalan lagi, saya tidka mau ada rasa sesal seperti yang saya alami waktu terjadinya gempa dan Tsunami di Aceh. Saya tidak terlibat di Aceh sebagai relawan dengan alasan menjalani pendidikan sekolah spesialis dokter gigi. Rasa sesal mementingkan sekolah dibandingkan kemanusiaan menjadi pembenaran tidak terlibat turun tangan langsung membantu saudara- saudara di Aceh mengganggu pikiran saya selama bertahun -- tahun.

Gempa palu, adalah saat yang tepat untuk mebayar utang itu.

Bencana Sulteng betul -- betul menggugah, gempa, Tsunami dan  likuifikasi terjadi bersamaan menjadi pembunuh ribuan jiwa masyarakat tanah dan meluluhlantakkan tanah kaili.

Sebagai relawan saya berposko di RS Undata palu. Ratusan korban jiwa yang tak bernyawa berjejer di halam rumah sakit. Sedih, pilu dan menyesakkan dada melihat ratusan korban yang tak bernyawa.

Ada beberapa pelajaran yang saya dapatkan dari penanganan gempa palu, Dongga

  • Semua orang luar biasa, relawan dan bantuan menuju palu dan donggala seakan-akan tak berhenti. Walaupun masih ada permasalahan pada distribusinya
  • Masyarakat terpanggil dengan rasa tulus untuk terlibat membantu saudara-saudara korban bencana palu. Menjadi saudara baru bagi para pengungsi.
  • Ada exodus masyarakat palu menuju ke daerah daerah tetangga di Sulawesi Barat, Palu dan Sulawesi Selatan. Sepanjang Pasangkayu, Mamuju, Majene ada restoran dadakan yang dibentuk oleh masyarakat sebagai wujud tenggang rasa atas musibah yang menimpa masyarakat Palu dan Donggala

Waktu pulang di Kapal dari Palu menuju Makassar setelah tiba di pelabuhan saya sampai menitikkan air mata saat turun dari Kapal. Ada sambutan yang luar biasa dari masyarakat Makassar kepada para pengunsi korban gempa dan tsunami. Saya pun dianggap sebagai salah satu pengungsi  dipaksa untuk mengambil paket bantuan.  Sayapun akhirnya ambil satu kaleng susu.

Ada wajah tulus, betul -- betul tulus dari mereka untuk meringankan penderitaan korban bencana Palu.

Orang Indonesia sangat luar Biasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun