Mungkin sudah tidak asing lagi ketika kita mendengar istilah "Guru BP" atau akronim dari Guru Bimbingan dan Penyuluhan yang biasa kita dengar di sekolah-sekolah. Bimbingan dan penyuluhan merupakan istilah lama yang kemudian digeser menjadi bimbingan dan konseling. Kedua istilah tersebut menggunakan banyak teori Psikologi dalam pembelajaran maupun pelaksanaannya, beberapa diantaranya yaitu Psikoanalisis oleh Sigmund Freud, Behavioristik oleh John B. Watson, dan Humanistik oleh Abraham Harold Maslow. Dari masing-masing teori tersebut dikembangkan banyak pendekatan atau teknik, salah satunya yaitu teknik biblioterapi.
Teknik Biblioterapi
Biblioterapi atau serapan dari Bibliotherapy merupakan salahsatu teknik dalam konseling yang dikenalkan oleh Samuel Crothers pada tahun 1916. Teknik biblioterapi digunakan untuk membantu konseli untuk menemukan kesenangan dalam membaca dan mampu melepaskan diri dari distres mental (Bradley Erford, 2019). Dikatakan sebagai teknik untuk membantu konseli menemukan kesenangan melalui "membaca" karena memang teknik ini menggunakan perantara buku sebagai "alat bantu" konselor. Dengan teknik ini diharapkan konseli mampu mengidentifikasikan dirinya dengan salah satu tokoh dalam buku yang ia baca. Adapun buku tersebut direkomendasikan atau dipilihkan oleh konselor. Maka dari itu, konselor perlu memahami masalah konseli dan mengetahui buku apa yang alur atau isinya sesuai dengan masalah dan kemampuan konseli.
Teknik biblioterapi tidak hanya terbatas pada buku, tapi juga dapat menggunakan film dan video. Teknik ini bertujuan mengajarkan dan membantu konseli untuk: berpikir konstruktif dan positif, mengungkapkan masalahnya secara bebas, menganalisis sikap dan perilakunya, mencari solusi alternatif penyelesaian masalah, dan menemukan bahwa masalahnya serupa dengan masalah orang lain. Teknik ini mungkin saja tidak berhasil jika konseli kurang memiliki pengalaman sosial dan emosional, kegagalan, lari ke dalam khayalan, dan bersikap defensif (Bradley Erford, 2019).
Kelebihan dari teknik biblioterapi yaitu sebagai suatu intervensi kesehatan mental. Berdasarkan hasil studi teknik ini efektif dalam mengurangi perilaku agresif remaja, mengurangi depresi, dan mendukung tumbuh kembang anak-anak usia sekolah. Tahapan dalam teknik ini antara lain: (1) identifikasi, konselor mengidentifikasi kebutuhan konseli; (2) pemilihan, konselor memilih buku yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan konseli; (3) presentasi, konselor meminta konseli menceritakan kembali kisah dari buku yang ia baca dan konseli harus fokus pada perasaan yang dialami tokoh dalam cerita; (4) tindak lanjut, konselor membantu konseli menunjukkan transformasi dalam perasaan, hubungan, atau perilaku tokoh, kemudian membandingkannya (Bradley Erford, 2019).
Studi Kasus
Seorang konseli berinisial AM (20) kerapkali berkeluh-kesah karena harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ia sangat ingin untuk melanjutkan pendidikan seperti teman-temannya, yaitu kuliah. Kemampuannya dalam berbahasa Inggris tidak perlu diragukan lagi. Semasa ia sekolah di salah satu SMA negeri di kotanya, ia selalu mengikuti lomba maupun debat bahasa Inggris dan tak pernah absen dari kejuaraan. AM sangat menyukai dunia K-Pop dan hampir seluruh segi yang berbau Korea, mulai dari lagu, artis, hingga drama Korea ia ketahui. Hal tersebut dan kemampuan AM dalam berbahasa Inggris yang baik kemudian membuatnya berambisi untuk menjadi pengajar bahasa Inggris di Negeri Sakura itu. AM berkata, minimalnya ia bisa menjadi guru atau dosen bahasa Inggris di negerinya sendiri.
Cita-cita AM kemudian terhenti, karena sang ayah sakit keras. Penyumbatan pembuluh otak yang menyerangnya membuat ayah AM mengalami stroke, sehingga tidak bisa lagi bekerja sebagai supir bus antarkota. Keinginannya untuk melanjutkan kuliah pun ia kubur dalam-dalam karena harus segera menggantikan posisi ayahnya, sebagai tulang punggung keluarga. Walaupun AM anak kedua dari tiga bersaudara, tapi kakaknya tidak bisa untuk kemudian diandalkan menggantikan posisi sang ayah, karena sang kakak sudah menikah dan mempunyai seorang anak yang masih balita. Belum lagi adik laki-lakinya yang masih sekolah dan bertepatan untuk memasuki SMP, pasti membutuhkan biaya yang besar untuk persiapan masuk sekolah.
Akhirnya AM mengambil keputusan untuk melamar pekerjaan ke instansi manapun, tanpa melihat berapa nominal gajinya. Terpenting ia bekerja dan bisa mendapatkan uang untuk keperluannya, keperluan sekolah adiknya, dan pengobatan ayahnya. AM pun diterima di sebuah perusahaan baru di Cikarang sebagai sales marketing. Penghasilannya cukup besar, tapi ia harus menforsir diri untuk mendapatkan profit itu. Setelah satu tahun bekerja di perusahaan tersebut, akhirnya ia mengundurkan diri karena harus dipindahkan ke tempat lain dengan syarat ia harus melepas jilbab saat bekerja di tempat barunya. Beberapa bulan menjadi pengangguran, keinginannya untuk kuliah pun muncul kembali. Tapi melihat kondisi keluarga, apalagi kondisi sang ayah yang sedang menjalani fisioterapi, membuatnya kembali bersemangat untuk mencari pekerjaan lain. Saat ini AM pun diterima bekerja di satu perusahaan teknologi terbesar di Kota Bekasi di bagian Administrasi Research and Development Departement.
Penggunaan Teknik Biblioterapi pada Klien AM
Untuk membantu menyelesaikan masalah konseli AM di atas, berikut akan diuraikan penggunaan teknik biblioterapi yang kisahnya hampir mirip dengan kisah AM. Cerita ini diambil dari sebuah novel berjudul Catatan Juang (2017) karya Fiersa Besari. Novel setebal 303 halaman ini mengisahkan seorang perempuan bernama Kasuarina yang terjebak diantara impian dan realitas yang tidak pernah ia inginkan sama sekali. Berikut kisahnya:
Kasuarina, atau biasa dipanggil Suar, adalah seorang mahasiswi jurusan Desain Komunikasi Visual di salah satu universitas di Jakarta setahun lalu. Minat dan bakatnya terhadap dunia desain muncul ketika ia masih duduk di bangku SMA. Saat itu ia diminta membuat pamflet untuk acara di sekolahnya, sekaligus membuat desain panggung dan baliho besar untuk ditempatkan di depan sekolah. Bahkan ketika Suar kuliah ia kerap diminta menjadi model dadakan untuk pembuatan videoklip. Suar juga bergabung dengan UKM Fotografi dan Videografi ketika kuliah. Pernah beberapa kali berniat membuat film dokumenter tapi terkendala kurangnya penelitian dan dukungan dari pihak terkait.
Lulus kuliah Suar sangat ingin mewujudkan mimpinya menggarap pilot project yang mungkin saja nantinya bisa didanai produser. Namun, mimpinya untuk menjadi sutradara harus ia tepis karena Bapak Suar terkena stroke ringan sehingga terpaksa berhenti kerja sebagai pegawai negeri di desanya, Desa Utara. Sadar ia sebagai anak sulung dan adik laki-lakinya, Albizia, masih sekolah SMA akhirnya membuat ia mengambil keputusan untuk bekerja di bidang apapun. Terpenting mendapatkan uang untuk membantu menopang ekonomi keluarganya.
Suar pun bertekad mencari pekerjaan dan ia diterima sebagai sales marketing di sebuah bank terbesar di Ibu Kota. Pekerjaan yang tak pernah ia inginkan, bahkan ia tidak berminat dalam pekerjaan ini. Suar sadar minat dan bakatnya ada dalam sinematografi dan ia ingin menjadi seorang sineas ulung. Meskipun bekerja dibawah tekanan ia berhasil memikat hati atasannya, Bu Ida, karena mampu bekerja dengan baik. Namun, beberapa bulan terakhir ia selalu kena marah atasannya karena setiap closing nasabah selalu dibawah rata-rata dan jumlah nasabah yang membeli asuransi ke Suar sangat sedikit. Entah hal ini terjadi karena Suar baru putus cinta dengan kekasihnya, Ricky Kusuma Wardani, atau karena memang ia sudah jenuh bekerja di bidang yang tidak ia minati sama sekali.
Masalah di kantornya membuat ia stres, hingga suatu ketika dalam angkot menuju kosnya ia tidak sengaja menemukan sebuah buku yang kemudian buku itu menjadi inspirator dan "obat kuat" baginya. "Seseorang yang akan menemani setiap langakahmu dengan satu kebaikan kecil setiap harinya. Tertanda, Juang." Tulisan di sampul depan buku itu. Awalnya Suar membuka buku itu untuk mencari identitas si pemilik buku, tapi kata-kata yang menyuntikkan semangat kepada Suar yang tengah hancur membuatnya membaca buku itu halaman demi halaman, setiap hari.
Suatu ketika Suar merasa tertampar membaca kalimat:Â
"Lain kali, sebelum melakukan sesuatu, coba pikir ulang lagi dan lagi dan lagi: biar apa? Jika alasanmu kuat, lakukanlah. Namun jika itu hanya letupan sesaat, berhentilah. Karena, motivasi menentukan ke mana arah langkah kita selanjutnya."Â
Suar merasa bersalah atas keputusannya untuk bekerja menjadi sales asuransi dan mengubur cita-citanya menjadi sineas. Kata-kata Juang tadi membuat Suar berpikir keras hingga ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari kantornya. Orang tua Suar awalnya tidak terima, tetapi akhirnya mereka pun mendukungnya untuk menggapai mimpi. Ditambah dengan motivasi dari adiknya bahwa "pekerjaan apapun yang dilakukan dari hati akan baik hasilnya" membuat Suar semakin bersemangat.
Suar memulai realisasi mimpinya dengan membuat film dokumenter berjudul "Ekonomi Membunuh Ekosistem" yang digarap bersama teman-temannya yaitu; Elipsis Klandestin sebagai musisi, pemain kibor, dan pengaransemen musik; dan Fajar Suteja sebagai editor video handal. Suar sendiri berperan sebagai penulis skrip, reporter, dan sutrarada. Film berdurasi 38 menit itu mendukung pelestarian gunung karst di Desa Utara. Pemerintah provinsi tetap mengizinkan penambangan semen di daerah gunung karst, walaupun tuntutan para warga setempat sudah dimenangkan. Suar dan kawan-kawan ingin menolong pelestarian gunung karst melalui karya. Mereka pun mencari data dan informasi ke semua pihak, mulai dari warga yang pro-kontra, organisasi lingkungan di Kota Selatan, hingga pihak pemerintah.
Kurang lebih dua minggu mereka menggarap film tersebut, Fajar menyarankan agar film itu diikutsertakan dalam lomba film dokumenter. Mereka bertiga pun setuju, tapi tidak berhasil memperoleh juara, bahkan hanya untuk sepuluh besar. Galau, kecewa, sedih, tapi mereka tidak kehabisan semangat. Saran dari seorang sineas berpengalaman, Kang Budi, membuat mereka berani untuk mengunggah film itu ke media sosial. Tidak disangka, langkah itu membuat filmnya viral dengan viewers mencapai angka satu juta. Banyak sponsor yang ingin bekerja sama dan nama Kasuarina semakin dikenal dan kemudian diundang oleh produser besar bernama Damar Septian. Undangan itu berisi tawaran kerja sama untuk pembuatan film mengenai salah satu partai politik, yaitu Partai Rakyat Berdikari. Suar tidak langsung mengambil tawaran itu, hingga akhirnya saran dari kekasih barunya yang selalu mengkritisi, Dude Ginting, membuat Suar yakin untuk tidak menerima tawaran tersebut. Catatan sejarah dari parpol tersebut tidak terlalu baik, banyak jebolannya yang menjadi koruptor.
Suar kembali membaca buku milik Juang, seseorang yang ternyata hidup di tahun 90-an. Catatannya kala itu menyebutkan betapa pedihnya para pahlawan yang gugur karena menuntut keadilan, seperti Munir, Wiji Tukul, dan Marsinah. Dari situ, Suar berniat untuk membuat film keduanya yang bertemakan buruh. Kali ini bukan film dokumenter, tapi lebih ke drama. Awalnya Elipsis dan Fajar tidak yakin, karena projek ini akan membutuhkan dana besar dan pemain yang banyak. Tapi kemudian mereka mengiyakan setelah Suar meyakinkan mereka bahwa banyak sponsor yang ingin bekerja sama dan pemain bisa saja direkrut dari para penggemarnya di film pertama mereka.
Film kedua ini berjudul "Pahlawan dalam Kesunyian" dan ditayangkan di beberapa bioskop di Ibu Kota. Dari sinilah loncatan terbesar Suar untuk menjadi seorang sineas ulung benar-benar terwujud. Ia tidak hanya berhasil mendapatkan profit dari kerja kerasnya, tapi juga berhasil memberikan rasa bangga kepada orang tuanya. Tak berhenti disitu, Suar yang kini mengetahui bahwa buku yang selama ini menjadi "obat kuat"-nya adalah milik teman kekasihnya, membuat ia berpikir bahwa semua hal yang terjadi adalah sebuah konspirasi alam semesta. Dari itu, Suar pun berencana untuk mengangkat kisah Juang  ke dalam bentuk film dengan judul "Konspirasi Alam Semesta".