Retorika, dengan sifatnya, mencakup tiga aspek utama. Pertama, melibatkan penguasaan seni berbicara yang berwibawa (the art of speech). Kedua, mendalami keterampilan meyakinkan dan mempengaruhi audiens (the art of  persuasion). Terakhir, fokus pada penggunaan bahasa yang efektif untuk berkomunikasi(the art of using language) .
Dalam banyak peristiwa politisi memanfaatkan aspek kedua dari retorika yaitu  persuasif. Keterampilan ini digunakan untuk mempengaruhi tidak hanya masyarakat umum tetapi juga media. Pidato persuasif oleh politisi bertujuan untuk mendorong pendengar untuk mengambil tindakan tertentu.
Pidato-pidato ini sering mengandung pesan dan ajakan yang bertujuan untuk membentuk opini dan perilaku. Seni persuasif sangat penting dalam wacana politik karena bertujuan untuk mempengaruhi konstituen dan kemungkinan mengubah keyakinan yang sudah mapan.
Misalnya, seorang politisi mungkin menggunakan bahasa persuasif untuk menjanjikan penurunan harga pangan atau menawarkan pendidikan dan layanan kesehatan gratis sebagai imbalan dukungan elektoral.
Pada intinya, retorika politik berfungsi sebagai alat bagi politisi untuk membentuk citra publik mereka, mengartikulasikan visi mereka, dan mempengaruhi opini publik.
Retorika persuasif oleh politisi memiliki kekuatan untuk menginspirasi, mengumpulkan dukungan, dan bahkan membentuk arah sejarah suatu negara.
Namun, perlu dicatat bahwa politisi juga bisa menggunakan retorika persuasif untuk tujuan yang kurang mulia, seperti kampanye negatif terhadap lawan politik atau membuat janji yang menggiurkan kepada pemilih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H