2019 adalah tahun bersejarah bagi saya yang benar-benar baru belajar menjadi seorang 'guru', profesi yang bagi saya paling keramat dalam strata pekerjaan. Cikeusik (Pandeglang) yang ditakdirkan untuk saya menjadi tempat awal mula belajar menjadi seorang guru. Saya masih ingat pertama kali survei lokasi penempatan tugas saya adalah pada bulan Ramadhan 2019 bersama ayah, ibu, dan adik bungsu. Konvoi dua motor, dibantu google map agar tidak 'nyasar' dan sampai ke tujuan.
Panjang perjalanan kala itu sangat terasa, ditambah Mama (sebutan kami di keluarga pada ayah kami) yang membonceng Embu (sebutan kami di keluarga pada ibu kami) tidak terlalu cepat mengendarai motor. Otomatis aku yang membonceng si bungsu harus menyesuaikan laju kendaraan. Kurang lebih kemi menempuh hampir 4 jam perjalanan dengan rute Rangkasbitung - Gunung Kencana - Banjarsari - Munjul - Cikeusik.
Tidak terasa, sekarang sudah tahun 2023. Sudah empat tahun saya belajar mengajar di Cikeusik. Tentunya banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan selama di Cikeusik. Bagi saya yang seorang sarjana non pendidikan, tantangan mendidik peserta didik sangat besar juga berat. Dari hal-hal yang paling dasar mengenai teori pedagogik, metodologi pembelajaran, psikologi pendidikan. Semuanya terasa seperti mata kuliah yang harus saya pelajari dari semester awal.
Maklum, saya yang seorang sarjana humaniora tak pernah sedikitpun mempelajari teori pendidikan ketika masih berstatus mahasiswa. Yang saya tahu tentunya tentang teori-teori sejarah, seperti Metodologi Penelitian Sejarah, Ilmu sosial dan Budaya Dasar, Historiografi, dan materi-materi yang termasuk ke dalam mata kuliah saya ketika dulu menjadi mahasiswa jurusan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).
Tapi, memang kadang benar pribahasa 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya'. Saya yang tak memiliki cita-cita dan minat menjadi seorang guru akhirnya malah menjadi guru juga sebagaimana ayah yang juga merupakan seorang pensiunan guru. Dan disadari atau tidak, nyatanya anak-anak ayah dan ibu hampir semuanya berprofesi sebagai guru.
Memang benar juga bahwa kita sebagai makhluk hanya sebatas bisa berencana dan berusaha, tetapi Tuhan memiliki preogritas sebagai penentu takdir dan ketetapan. Saya yang berikhtiar dalam peruntungan seleksi CPNS tahun 2018, dengan mengambil peluang formasi Guru Mata Pelajaran SKI di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten, hanya sekali ikut seleksi, Tuhan takdirkan saya lolos, dan sekarang, sudah hampir empat tahun, saya menjadi seorang guru.
Guru, bagi saya merupakan profesi yang sangat mulia. Dalam setiap obrolan dan diskusi bersama kawan, saya terkadang mengatakan bahwa saya tidak bercita-cita menjadi guru, karena dalam prakteknya, bukan hanya transfer ilmu pengetahuan yang dilakukan seorang guru, akan tetapi memberikan pendidikan secara kompleks. Hal tersebut sebagaimana pengertiannya, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Dalam proses pembelajaran juga guru berperan sebagai Sumber Belajar, Fasilitator, Pengelola Pembelajaran; Demonstrator, Pembimbing, Motivator, dan Penilai. Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Oleh karena peran yang kompleks ini, tak sembarangan orang bisa menjadi seorang guru. Bagi saya, hanya orang yang tergerak hatinya dan memiliki minat menjadi seorang guru yang mampu mengimplementasikan dengan kongkrit peran guru tersebut. Bagi saya juga, karakter ideal yang paling harus dijaga dari seorang guru adalah karakternya. Karekter seseorang guru yang layak digugu dan ditiru oleh peserta didik berarti karakter baik sebagaimana pengertian guru yang telah disebutkan sebelumnya.
Saya, dulu bahkan hingga sampai sekarang mencoba mawas diri dengan mengkategorikan profesi guru tidak layak menjadi cita-cita saya yang masih serba kurang dan bahkan tak paham tentang apa, bagaimana, dan seperti apa guru.