Istilah abnormal menjadi topik utama dalam psikologi terutama dalam ranah psikologi. Isu – isu yang terkait seputar manusia dan konstruknya tidak bisa dilepaskan, terutama dalam penjurusan klinis. Abnormal didefinisikan melalui empat kriteria: distress, impairment, resiko terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan perilaku yang berada di atas atau di bawah normal.
Dilihat dari sudut pandang kehidupan sehari – hari, tampaknya kita banyak menemui orang – orang yang mengalami abnormalitas. Kecemasan berlebihan, skizofernia dan sebagainya. Melihat realita tersebut memahami pentingnya gejala tersebut, bagaimana bertindak efektif, dan sesuai prosedur. Alasan tepat untuk memahami bahwa istilah ini ada di skitar kita adalah gangguan psikologis ini melibatkan personal, keluarga, dan teman sebaya. Oleh karena itu menyadari bahwa abnormal “ada di sekitar kita” penting agar tatanan kehidupan lebih bisa diterima.
Jika saya memiliki waktu lebih saya akan melakukan (hal baik) lagi. Jadi akan ada seseorang yang berani menyebut dirinya sendiri seorang manusia - Nelson Mandela
Contoh termudah yang bisa kita temui adalah traumatik mendalam karena perceraian pada anak. Isu utama yang menyebabkan hal ini karena mereka kurang bisa menerima keadaan yang mereka harus jalani. Terkdang realita yang digariskan tidak bisa menjadi timbangan untuk prospek masa depan selanjutnya. Anak yang mengalami hal ini rentan terhadap mentalnya, apalagi ketika memasuki masa remaja. Anak yang ekstrovert-pun terkadang menunujukkan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Malas makan, mengurung diri, atau tidak mau bicara sedikitpun. Walaupun sebagian anak dapat mengatasinya, tapi aakah kita tahu ingatan – ingatan tersebut mucul sewaktu – waktu? Atau anak melakukan tindakan atau ucapan yang dapat melukai orang lain?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H