Mohon tunggu...
Kholis Ardiansyah
Kholis Ardiansyah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Study at Psychology | UIN Maliki Malang | Never Stop to #Process |

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Konsumerisme dan Globalisasi

15 September 2014   23:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:36 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pada akhir abad ke – 19 Freud mengintegrasikan berbagai pemikiran psikologi, medis, dan filosof yang kemudian dikenal sebagai psikoanalisis. Kemudian psikoanalisis sendiri terus menjadi konse utama di berbagai sektor mulai tahun 1920 – 1930. Ada beberaa faktor yang mendasari:

-Dalam dunia postmodern, para individu sadar akan pilihan terkait identitas, dan konseling adalah jalan.

-Profesi pelayanan publik seperti perawat, dokter, dan pekerja sosial melaksanakan kerja miri konselor akhirnya terisah pada 1970 dan 1980-an.

-Jiwa bisnis yang ada pada konselor untuk menual jasa. Misalnya ada direktur ersonalia memiliki lemari dokumen dari jasa konseling.

-Publisitas ke mdeia, dan bersifat positif.

-Banyak masyarakat yang berantakan dan terpinggirkan sehingga sistem penunjang sosial dan emosional kurang.

Teori client-centered (berpusat pada klien) Carl Rogers mempresentasikan pendekatan lebih populer dan bisa diterima yang berdampak pada ekspansi konseling. Pendekatan berbasis klien juga lebih berfokus pada masa kini. Sollod (1978) menyatakan protestianisme dalam pendekatan ini dapat dibandingkan dengan psikoanalisis. Alasannya kebenaran berada pada terapis terlatih dan dalam interpretasiterhadap fenomena kompleks.Selain itu perkembangan dan popularitas konseling terus menanjak di Amerika disebabkan mobilitas sosial dan konsumerisme tingkat tinggi yang menghasilkan defesiensi makna atau empty self.

Sampai saat ini, perilaku konsumerisme masih berlaku sampai sekarang. Apalagi saat ini, teknologi terus berkembang. Manusia disuguhkan fasilitas serba ekstra untuk mendapatkan kemudahan akses maupun efektifitas. Hal ini pula yang mendorong perusahaan – perusahaan di dunia untuk berlomba – lomba mendapakan nilai jual. Akibatnya, banyak pekerja yang harus di PHK atau menggunakan sistem kerja kontra melalui outsourcing. Intinya perusahaan berpacu pada prinsip kewirausahaan: Mendapatkan keuntungan sebesar – besarnya dengan modal minim. Melihat hal ini, banyak pekerja yang merasa berkontribusi terhadap perusahaan tetapi disia-siakan.

Contoh terbaru, karyawan Google harus kehilangan pekerjaan, sementara anaknya menderita autis. Bebannya terasa berat karena belum juga mendapatkan pekerjaan, ditambah terapi untuk anaknya juga membutuhkan biaya yang besar. Merasa tertekan dan stress, dialami karyawan tersebut. Melihat kondisi ini menurut saya harus ada keseimbangan untuk berbarengan dengan kondisi global melalui pendekatan manusiawi. Melalaui pendekatan inilah manusia akan mampu menerima dirinya dan lingkungan sehingga dapat hidup sesuai apa yang dicita – citakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun