Bilardo berpendapat, dengan skema itu, Diego Maradona bisa leluasa bermain di depan. Skema itu di lapangan bisa berubah menjadi 3-5-1-1 di mana Maradona ada di belakang penyerang murni. Selain itu, skema tersebut membuat lini tengah Argentina jadi kuat karena memiliki lima pemain. Bahkan, jika Maradona memainkan perannya sebagai playmaker, maka Argentina sejatinya memakai enam gelandang untuk bisa menguasai lapangan tengah.
Jelang Piala Dunia 1986, Bilardo tak memakai skema tersebut. Hal itu disinyalir dilakukan agar skema 3-5-2 tak mudah dibaca calon lawan. Belakangan diketahui jika skema tersebut sukses membawa Argentina juara Piala Dunia 1986. Bahkan, saat di final, Jerman Barat pun memakai skema serupa. Alhasil dua skema sama bertarung menghasilkan banyak gol. Kedudukan final adalah 3-2 untuk Argentina.
Pada Piala Dunia 1990, Argentina kembali memainkan skema 3-5-2. Namun, berbeda dengan piala dunia sebelumnya, di Piala Dunia 1990, Argentina cenderung bertahan. Mereka pun tak banyak mencetak gol. Di final, Jerman Barat juga memakai pola 3-5-2. Namun, karena konsentrasi Argentina adalah bertahan, laga pun berjalan tak menarik. Kedudukan 1-0 untuk Jerman Barat. Bahkan, gol laga itu pun terjadi melalui titik penalti yang dieksekusi dengan baik oleh Andreas Brehme. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H