Mohon tunggu...
Kholilul Rohman Ahmad
Kholilul Rohman Ahmad Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Publikasi merdeka dan beradab

Suka menulis, membaca, dan fotografi. Tinggal di Jakarta dari Magelang Jawa Tengah. Menulis menyimpul kata-kata, yang terucap menjadi tertulis, agar indah dan riang gembira.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Akal Budi Gus Muhaimin tentang "Sudurisme" dan/atau "Adempol"

15 Januari 2020   01:37 Diperbarui: 15 Januari 2020   01:33 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) - Foto: Amanda

Setahun menjelang Pemilu 2019 muncul di permukaan percikan-percikan akal budi (pemikiran) Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) bertajuk Sudurisme dan Adempol. 

Dua kata ini merupakan satu kesatuan tak terpisahkan ditinjau dari sudut latar belakang kegelisahan terhadap peristiwa-peristiwa kebangsaan dan visi pencetusnya. Gelisah terhadap negaranya, gelisah terhadap rakyatnya, dan gelisah menatap masa depan bangsa Indonesia.

Sudurisme adalah istilah `koalisi' pemikiran Soekarno dan Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Istilah Sudurisme diluncurkan Gus Muhaimin di Yogyakarta (31/3/2018) dan Pangandaran Jawa Barat 20/3/2018. Sudurisme disandarkan pada gagasan-gagasan besar Soekarno dan Abdurrahman Wahid.

Menurut Gus Muhaimin, Sukarnoisme dan Gusdurisme adalah paham kepemimpinan yang sama-sama radikal sebagai ikhtiar membela hak-hak hidup rakyat miskin seperti petani nelayan dan buruh. Sudurisme dikumandangkan sebagai alat dan pedoman utama untuk membela rakyat kecil melalui jalur politik kekuasaan.

Sementara itu, Adempol adalah diksi pendek dari agama, demokrasi dan politik. Tiga kata yang selalu bersinggungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Istilah Adempol dipopulerkan Lukmanul Khakim melalui buku Adempol: Agama, Demokrasi, Politik; Biografi A Muhaimin Iskandar (2018) diluncurkan pada 15 April 2019. 

Dalam visi Soekarno, kata Gus Muhaimin, api Islam terus menyala dan menjadi semangat juang. Darinya muncul Pancasila, marhaenisme, dan kerakyatan. Soekarno juga berhasil membuat narasi kemandirian bangsa anti-imperialisme dan anti-kolonialisme.

Sedangkan Gus Dur, menyalakan api Islam berkonsep 'mempribumikan' Islam di Indonesia seperti model dakwah Wali Songo. Menyebarkan agama Islam tanpa memberangus budaya dan nilai-nilai lokal yang berkembang di kalangan masyarakat abangan Jawa (Indonesia).

Gus Dur secara pemikiran berhasil mengawinkan norma-norma agama dengan realitas lokal secara mudal diterima akal sehat pikiran orang awam. Selanjutnya, di jalur politik berhasil menata demokrasi pasca Reformasi 1998 dan mengamankan Indonesia dari perpecahan.

"Sudur itu artinya dada dalam bahasa Arab. Artinya, dada ini ya harga diri ya kepercayaan. Di atas dada ini harus ada kemandirian tanpa didikte negara lain," kata Gus Muhaimin sebagaimana dicatat detik dot com 6/04/2018. (@kholilpayaman - bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun