Mohon tunggu...
Kholifatul fatoni Sholihin
Kholifatul fatoni Sholihin Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya seorang mahasiswa pendidikan matematika UIN SUNAN KALIJAGA Yogyakarta. Saya fokus pada bidang pendidikan. Passion saya mengajar dan sudah memiliki beberapa pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menimbang Efektivitas Sistem Zonasi dalam Pendidikan Indonesia

31 Desember 2024   13:04 Diperbarui: 30 Desember 2024   17:07 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menimbang Efektivitas Sistem Zonasi dalam Pendidikan Indonesia

Oleh: Kholifatul Fatoni Sholihin

Kebijakan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) telah menjadi perbincangan hangat di masyarakat sejak diterapkan pada tahun 2017. Tujuan utama kebijakan ini adalah untuk pemerataan akses pendidikan dan mengurangi eksklusivitas sekolah-sekolah favorit. Namun, dalam implementasinya, kebijakan ini memunculkan berbagai polemik yang memerlukan evaluasi lebih lanjut. Pemerintah merancang sistem zonasi untuk memastikan setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah di dekat tempat tinggalnya. Dengan pendekatan ini, diharapkan siswa tidak perlu menempuh perjalanan jauh dan dapat mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan antara sekolah-sekolah favorit dan non-favorit.

            Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mendorong pemerataan kualitas sekolah, sehingga semua sekolah memiliki standar yang sama baik dari segi fasilitas, tenaga pengajar, maupun kualitas pembelajaran. Secara teori, sistem ini menjadi solusi yang ideal untuk membangun keadilan dalam dunia pendidikan. Sayangnya, pelaksanaan sistem zonasi masih menghadapi berbagai kendala. Salah satu permasalahan yang mencuat adalah ketimpangan kualitas sekolah di berbagai wilayah. Banyak orang tua merasa dirugikan karena anak mereka terpaksa masuk ke sekolah yang memiliki reputasi kurang baik hanya karena kedekatan geografis. Kebijakan zonasi yang lebih mengutamakan lokasi daripada prestasi akademik menimbulkan ketidakpuasan, terutama bagi siswa berprestasi. Mereka kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah favorit yang mungkin lebih mampu mengembangkan potensi mereka. Hal ini dikhawatirkan akan menurunkan motivasi siswa untuk berprestasi karena hasil kerja keras mereka tidak menjadi faktor penentu dalam seleksi.

            Selain itu, muncul praktik manipulasi data domisili demi mendapatkan akses ke sekolah yang lebih baik. Ini menunjukkan bahwa kebijakan ini belum sepenuhnya efektif dalam mengatasi ketimpangan yang ada. Di beberapa daerah, minimnya jumlah sekolah berkualitas menyebabkan siswa tidak memiliki pilihan lain selain bersekolah di tempat yang kurang memadai. Bagi siswa, sistem zonasi seringkali menimbulkan ketidakpuasan dan penurunan motivasi belajar karena mereka merasa terjebak di sekolah yang tidak sesuai dengan harapan. Sementara itu, orang tua merasa resah dengan masa depan pendidikan anak mereka dan terpaksa mencari solusi alternatif seperti bimbingan belajar atau bahkan pindah domisili. Dalam praktiknya, banyak orang tua yang memanipulasi alamat domisili demi memasukkan anak mereka ke sekolah favorit. Fenomena ini menunjukkan bahwa kebijakan zonasi belum mampu mengatasi ketimpangan kualitas pendidikan dan justru memunculkan praktik curang yang merusak integritas sistem penerimaan siswa baru.

            Kebijakan ini juga mengesampingkan aspek prestasi akademik dalam proses seleksi, yang menimbulkan ketidakpuasan bagi siswa berprestasi yang kehilangan kesempatan untuk masuk ke sekolah favorit. Untuk memperbaiki sistem zonasi, pemerintah perlu memperkuat pemerataan kualitas pendidikan terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan fasilitas, tenaga pengajar, dan program pembelajaran di sekolah-sekolah non-favorit. Selain itu, kebijakan zonasi sebaiknya diterapkan secara fleksibel dengan mempertimbangkan faktor prestasi akademik dan bakat siswa. Model kombinasi antara zonasi dan jalur prestasi bisa menjadi solusi untuk memberikan keadilan yang lebih baik. Pengawasan terhadap manipulasi data domisili juga harus diperketat. Pemerintah perlu melibatkan komunitas dan lembaga pendidikan dalam pengawasan ini untuk memastikan kebijakan berjalan sesuai dengan tujuan awal.

            Sistem zonasi memiliki niat baik untuk menciptakan pemerataan akses pendidikan, tetapi implementasinya masih memerlukan perbaikan signifikan. Untuk memperbaiki sistem zonasi, pemerintah perlu memperkuat pemerataan kualitas pendidikan terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan fasilitas, tenaga pengajar, dan program pembelajaran di sekolah-sekolah non-favorit. Selain itu, kebijakan zonasi sebaiknya diterapkan secara fleksibel dengan mempertimbangkan faktor prestasi akademik dan bakat siswa. Model kombinasi antara zonasi dan jalur prestasi bisa menjadi solusi untuk memberikan keadilan yang lebih baik. Pengawasan terhadap manipulasi data domisili juga harus diperketat. Pemerintah perlu melibatkan komunitas dan lembaga pendidikan dalam pengawasan ini untuk memastikan kebijakan berjalan sesuai dengan tujuan awal. Kebijakan ini harus diiringi dengan peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh serta fleksibilitas dalam penerimaan siswa. Dengan perbaikan yang komprehensif, sistem zonasi dapat menjadi langkah nyata menuju pendidikan yang lebih merata dan berkualitas di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun