Sebelum saya membahas tentang Desa Plunturan lebih lanjut, saya akan memperkenalkan diri saya. Nama saya Kholifah Rohma Putri, bisa dipanggil Kholifah.Â
Saya mahasiswa Untag Surabaya prodi Sastra Inggris yang sedang menjalankan program Matching Fund dari kampus yang diselenggarakan di Desa Plunturan, Ponorogo selama 5 hari mulai tanggal 7 November 2021 dengan total 13 mahasiswa di batch 2 dan 14 mahasiswa yang berbeda di batch 1.Â
Ponorogo, kota yang terletak di Jawa Timur ini punya segudang kesenian yang masih sangat terjaga dan dilestarikan. Kota yang dikenal dengan kesenian reog ini pun banyak memiliki kesenian lain yang patut kita pelajari dan lestarikan.
Desa Plunturan, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo – Desa ini memiliki empat dusun, diantaranya Dusun Cabeyan, Dusun Suru, Dusun Krajan, dan Dusun Gadungan. Pada tanggal 7 November 2021, saya dan teman-teman sedang menjalankan program Matching Fund di Desa Plunturan selama 5 hari. Saat itu kami dititipkan di Dusun Cabeyan dirumah bapak kepala dusun.Â
Dusun Cabeyan sendiri memiliki history yang unik. Dulu, dusun ini banyak sekali ditumbuhi pohon cabe puyang (cabe jawa) yang bahkan setiap rumah pasti memiliki pohon cabe. Di setiap pillar dan kayu setiap rumah, pohon cabe tersebut banyak yang merambat menutupi setiap tempat didekatnya. Karena banyaknya pohon cabe tersebut, dusun ini pun diberi nama Dusun Cabeyan.Â
Selain memiliki suasana yang sejuk dan rindang, Dusun Cabeyan juga memiliki banyak sekali budaya yang bisa dipelajari, salah satunya kesenian melegenda yang sudah ada sejak tahun 1970-an yaitu Karawitan Mudho Laras.Â
Kelompok karawitan ini merupakan kelompok pengrawit yang berasal dari Dusun Cabeyan dan masih aktif hingga saat ini, personilnya pun masih murni semenjak awal dibentuk.Â
Awal mula pembentukan kelompok karawitan ini digagas oleh Alm. Bapak Tukimin yang sekaligus menjadi coach dan pemimpin para pengrawit pada saat itu. Namun, Bapak Tukimin telah wafat pada tahun 2017. Untuk sekarang, yang menjadi pemimpin para pengrawit Mudho Laras adalah Bapak Karis.Â
Karawitan Mudho Laras sendiri memiliki history mengenai nama Mudho Laras. Mudho dalam Bahasa Jawa artinya muda. Dahulu pada tahun 1970-an, awal dibentuk kelompok karawitan ini, seluruh anggotanya masih berusia muda, itulah sebabnya mengapa nama Mudho Laras dipilih untuk nama kelompok karawitan ini.Â
Hingga sekarang, Mudho Laras masih menerima panggilan untuk mengisi acara hajatan seperti acara syukuran dan pesta pernikahan. Tak hanya untuk kota Ponorogo saja, kelompok karawitan Mudho Laras sering menerima panggilan dari luar kota Ponorogo. Dan untuk melestarikan kesenian ini, Dusun Cabeyan sedang mencari pengganti atau penerus para pengrawit Mudho Laras yang ditujukan pada anak muda, khususnya karang taruna setempat. Serta ibu-ibu PKK yang juga menjadi harapan Dusun Cabeyan untuk dapat menjadi penerus kesenian Karawitan Mudho Laras ini.Â
 Banyaknya instrumen gamelan dan tingkat kesulitan yang tinggi, membuat para pengrawit sempat kesulitan dalam melatih kemampuannya untuk bermain gamelan.Â
Membutuhkan waktu bertahun-tahun bagi setiap pemain dalam kelompok karawitan ini untuk menjadi mahir dalam memainkannya, bahkan membutuhkan waktu sekitar 3 tahun.Â
Namun bagi beliau, melestarikan kebudayaan Indonesia adalah hal yang sangat membanggakan dan jiwa seni dalam diri setiap anggota Karawitan Mudho Laras membuat beliau masih mempertahankan kelompok Karawitan Mudho Laras masih aktif dan bertahan hingga saat ini.
- Dusun Cabeyan, Desa Plunturan, Kec. Pulung, Kab. Ponorogo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H