Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyikapi Tren Joget Velocity

13 April 2025   14:56 Diperbarui: 13 April 2025   14:56 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://voi.id/bernas/473225/tren-velocity-mewabah-apa-dampak-ikut-ikutan-hal-viral#google_vignette

Joget Velocity telah menjadi fenomena luar biasa di media sosial selama sebulan terakhir. Tren ini, yang berasal dari teknik pengeditan video "velocity" untuk menciptakan efek visual dramatis, awalnya populer di TikTok, tetapi kini telah merambah ke berbagai platform media sosial lainnya. Tidak hanya generasi Z yang menggemari tren ini, berbagai generasi lain pun ikut larut, termasuk sejumlah pejabat tinggi. Presiden Prabowo Subianto diketahui mencoba joget velocity saat open house Idulfitri, sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani juga terlihat ikut berjoget bersama keluarga besarnya di Semarang. Fenomena ini menjadi bukti bagaimana tren viral dapat menyentuh lintas demografi dan menciptakan daya tarik tersendiri.

Sebagai platform yang kerap mempopulerkan tren kreatif, TikTok menjadi titik awal kemunculan joget velocity. Sebelum tren ini, TikTok sudah lebih dulu menghadirkan berbagai tantangan dan gaya seperti dance challenge, tren tutorial, hingga video pendek penuh pesan inspiratif. Tren velocity, yang memanfaatkan fitur bawaan aplikasi untuk mengatur kecepatan video, memberikan pengalaman visual sinematik yang unik. Dengan durasi rata-rata 10-14 detik, tren ini berhasil menarik perhatian pengguna dengan transisi gerakan yang halus dan musik yang dipilih secara cermat.

Awalnya tren ini terbatas di kalangan pengguna media sosial Indonesia, namun popularitasnya dengan cepat menyebar hingga ke komunitas idol Korea Selatan, yang menambah daya tarik bagi penggemar di Tanah Air. Momen-momen istimewa seperti buka puasa bersama selama Ramadan hingga silaturahmi saat Lebaran bahkan disebut kurang lengkap tanpa memasukkan elemen joget velocity.

Bandwagon Effect

Tren viral seperti joget velocity mencerminkan fenomena psikologi yang dikenal sebagai Bandwagon Effect. Dosen Psikologi Universitas Sebelas Maret (UNS), Fadjri Kirana Anggrani, menjelaskan bahwa Bandwagon Effect menggambarkan kecenderungan seseorang untuk mengikuti suatu tren karena pengaruh dari kelompok atau eksposur yang tinggi. Faktor-faktor seperti konformitas, pengaruh interpersonal, rasa penasaran, hingga fear of missing out (FOMO) menjadi alasan utama mengapa banyak orang ikut larut dalam tren ini. Rasa ingin terhubung dengan tren yang sedang naik daun sering kali mendorong individu untuk ikut-ikutan tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan dampaknya secara matang.

Meski tren seperti joget velocity memiliki potensi pengaruh yang sangat luas, penting untuk melihat peluang pemanfaatan tren ini secara positif. Tren ini dapat menjadi media untuk menyampaikan pesan edukatif atau kampanye sosial, seperti meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan atau mempromosikan toleransi. Pendekatan ini dapat memberikan dimensi baru pada tren viral, sehingga tidak hanya menjadi hiburan semata.

Dalam menyikapi tren ini, terutama oleh figur publik seperti guru atau pejabat, perlu mempertimbangkan nilai-nilai etika dan kepatutan. Tren seperti joget velocity seharusnya tidak menjadi ajang untuk mengabaikan peran dan tanggung jawab sosial, apalagi hanya demi popularitas atau viralitas. Belajar dari fenomena icebreaker sebelumnya, yang sempat menuai kritik, penting bagi para pendidik untuk menjaga profesionalitas dan menjadi teladan yang baik. Guru sebagai panutan sebaiknya tidak larut dalam tren yang berpotensi merendahkan citra mereka di hadapan siswa dan masyarakat luas.

Dampak Positif dan Negatif

Joget velocity menawarkan sisi positif, seperti meningkatkan kreativitas dan mempererat hubungan sosial. Namun, ada pula risiko yang muncul, seperti tekanan sosial bagi individu untuk ikut tren, ketergantungan pada teknologi, atau bahkan kritik dan cyberbullying bagi mereka yang dianggap "gagal" mengikuti tren ini. Oleh karena itu, penting untuk menyikapi tren ini dengan bijak, menjaga keseimbangan antara hiburan dan prioritas, serta tidak mengorbankan nilai-nilai yang lebih fundamental.

Joget Velocity adalah bukti bagaimana tren media sosial dapat dengan cepat menyebar dan memengaruhi berbagai kalangan, dari masyarakat biasa hingga pejabat negara. Namun, dibalik popularitasnya, penting bagi kita untuk menyikapi tren ini dengan penuh kesadaran. Jangan sampai tren ini digunakan secara masif oleh siswa atau bahkan guru hanya untuk mengejar viralitas, tanpa memerhatikan etika dan kepatutan. Kita perlu belajar dari fenomena icebreaker yang sempat menuai banyak kritik, termasuk dari Kang Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, yang menganggap tindakan tersebut tidak pantas dilakukan oleh guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun