Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

"Politik Uang" dalam Pilkada, Masihkah Ampuh Mengantarkan Kemenangan?

19 November 2024   05:37 Diperbarui: 23 November 2024   05:18 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi politik uang. (Foto: KOMPAS.com) 

Pada 27 Nopember 2024 nanti,  Pilkada serentak akan digelar   pada 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Perhelatan ini akan diikuti sebanyak 1.553 pasangan calon. 

Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.500 pasangan diusung oleh partai politik atau gabungan partai, sedangkan  53 pasangan lainnya maju secara independen.

Sebagai salah satu pilar penting demokrasi, Pilkada seharusnya menjadi momen bagi masyarakat untuk menentukan pemimpin daerah yang mampu membawa perubahan positif. 

Namun, menjelang pelaksanaannya yang hanya tinggal beberapa hari mendatang, berbagai dinamika yang muncul justru menunjukkan tantangan serius terhadap nilai-nilai demokrasi.

Mulai dari rendahnya tingkat kepedulian masyarakat hingga maraknya isu praktik politik uang alias money politics. Berbagai hambatan tersebut tenya berpotensi mengaburkan tujuan utama Pilkada sebagai sarana untuk mewujudkan kepemimpinan yang berintegritas dan demokratis.

Pantauan subjektif menunjukkan agaknya  antusiasme masyarakat terhadap Pilkada serentak cenderung rendah. Banyak indikator yang menguatkan fenomena ini, seperti minimnya partisipasi dalam diskusi politik di tingkat lokal, rendahnya kehadiran dalam kampanye terbuka, dan dominasi sikap apatis yang terlihat di berbagai platform media sosial. 

Kondisi tersebut  menjadi alarm serius bagi demokrasi Indonesia, yang seharusnya didukung oleh partisipasi aktif masyarakat dalam memilih pemimpin daerah.

Sebagian masyarakat telah menganggap Pilkada tidak lagi relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Keterpurukan ekonomi yang masih dirasakan setelah pandemi Covid-19 dan maraknya PHK menjadi alasan utama mengapa fokus masyarakat lebih tertuju pada upaya bertahan hidup daripada terlibat dalam perhelatan politik. 

Sayangnya, apatisme ini menciptakan ruang yang lebih luas bagi praktik-praktik politik uang yang tetap marak terjadi.

Maraknya Politik Uang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun