Dengan latar belakang tersebut, dari perspektif sosiolinguistik, penggunaan bahasa Belanda bisa dipandang sebagai solusi praktis untuk mengatasi kendala komunikasi di antara peserta kongres yang beragam.
Namun, di sisi lain, ada pandangan bahwa bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar dalam Kongres Pemuda. Para pendukung pandangan ini berargumen bahwa bahasa Melayu merupakan cikal bakal bahasa Indonesia yang nantinya dipilih sebagai bahasa persatuan.Â
Kongres Pemuda sendiri merupakan ajang untuk membahas identitas nasional dan cita-cita kemerdekaan. Oleh karena itu, bahasa Melayu yang telah lama digunakan sebagai lingua franca di Nusantara dianggap paling sesuai untuk mengekspresikan semangat persatuan.
Lebih lanjut, hasil utama Kongres Pemuda, yaitu Sumpah Pemuda, menegaskan pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Bahasa Indonesia yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda ini berakar dari bahasa Melayu.Â
Para pendukung bahasa Melayu melihat kongres sebagai kesempatan untuk mengurangi pengaruh kolonial dan memilih bahasa yang lebih mencerminkan identitas dan kedaulatan nasional.Â
Penggunaan bahasa Melayu dipandang sebagai langkah konkret untuk melepaskan diri dari dominasi budaya Belanda dan membangun kesadaran nasional yang lebih inklusif.
Para pendukung juga berpendapat bahwa bahasa Belanda, sebagai bahasa penjajah, kurang sesuai digunakan dalam forum yang bertujuan mempersatukan bangsa. Sebaliknya, bahasa Melayu yang lebih merakyat dan dikenal luas di kalangan masyarakat lintas etnis, dinilai lebih relevan dan inklusif.Â
Penggunaan bahasa Melayu di Kongres Pemuda dianggap mencerminkan semangat persatuan yang diinginkan dan membuka ruang yang lebih inklusif bagi semua peserta.
Meskipun alasan penggunaan bahasa Belanda cukup kuat, terutama karena faktor praktis dan latar belakang pendidikan peserta, dorongan untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional semakin kuat pada Kongres Pemuda Kedua tahun 1928.Â
Hasilnya, Sumpah Pemuda yang diikrarkan menjadi bukti komitmen para pemuda Indonesia untuk meninggalkan pengaruh kolonial dan memilih bahasa yang mampu mewakili identitas serta cita-cita kemerdekaan bangsa.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H