Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Negara Koruptor Merdeka

16 Agustus 2024   14:32 Diperbarui: 16 Agustus 2024   14:32 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fenomena Koruptor Cengar-cengir di Indonesia, Ini Kata Psikolog (suara.com) 

Semua orang sehat pasti sepakat, kejahatan korupsi ibarat penyakit kanker stadium 5 yang terus menggerogoti fondasi negara, merusak integritas dan kepercayaan pemerintahan yang berdaulat. Di Indonesia, korupsi bukan lagi sekadar isu ekonomi atau hukum; ia telah berkembang menjadi ancaman serius terhadap tatanan sosial dan masa depan bangsa.

Kasus-kasus korupsi yang terus terjadi telah memupus harapan rakyat akan adanya pemerintahan yang jujur dan bertanggung jawab, sementara dampaknya yang merusak terus meluas ke berbagai aspek kehidupan.

Menurut laporan "Transparency International", korupsi telah menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat signifikan bagi Indonesia. "Global Corruption Barometer Asia" tahun 2020 menunjukkan bahwa pemborosan anggaran akibat korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah mencapai miliaran dolar AS setiap tahunnya. Angka ini tidak hanya mencerminkan hilangnya dana negara, tetapi juga mencerminkan betapa parahnya korupsi telah menyusup ke dalam birokrasi dan pengelolaan keuangan negara.

Korupsi juga berdampak buruk pada iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi. Laporan dari World Bank tahun 2022 mengungkapkan bahwa praktik korupsi di Indonesia telah menghambat masuknya investasi asing langsung (FDI) dan memperburuk ketidakpastian hukum. Investor asing yang melihat maraknya korupsi cenderung menghindari Indonesia sebagai tujuan investasi, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang negara ini. Ini sesuai dengan data yang menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat korupsi tinggi cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan negara-negara dengan tingkat korupsi yang rendah.

Selain dampak ekonomi, korupsi juga memperburuk ketidakadilan sosial di Indonesia. Menurut laporan "Indonesia Corruption Report" 2021 dari Global Witness, korupsi dalam sistem pelayanan kesehatan dan pendidikan telah berkontribusi pada semakin lebarnya ketimpangan sosial. Dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan publik sering kali diselewengkan, sehingga masyarakat miskin yang seharusnya mendapat manfaat justru dirugikan. Dampaknya, kesenjangan sosial semakin tajam, dan masyarakat miskin semakin sulit untuk keluar dari jerat kemiskinan.

Penelitian dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia juga menunjukkan bahwa korupsi mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara langsung. Dana bantuan sosial yang seharusnya disalurkan kepada mereka yang membutuhkan sering kali tidak mencapai sasaran karena dikorupsi. Hal ini menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan memperburuk kondisi kesejahteraan sosial. Ketika korupsi merajalela, mereka yang paling membutuhkan justru menjadi korban, dan harapan untuk perbaikan hidup semakin sirna.

Kepercayaan publik terhadap pemerintah pun merosot tajam akibat maraknya kasus korupsi. Laporan "Trust in Government" dari Edelman tahun 2023 menunjukkan bahwa hanya sekitar 30% responden yang percaya bahwa pemerintah bertindak secara jujur dan transparan. Kasus-kasus korupsi besar, seperti skandal e-KTP dan suap di berbagai lembaga negara, telah menghancurkan kepercayaan publik terhadap integritas dan efektivitas pemerintah. Ketika kepercayaan hilang, masyarakat cenderung menjadi apatis terhadap politik dan demokrasi, yang pada akhirnya mengancam stabilitas demokrasi itu sendiri.

Ironisnya, meskipun suap-menyuap telah dikategorikan sebagai "kejahatan luar biasa" oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), masyarakat awam masih sering menganggapnya sebagai praktik yang biasa. Bahkan, perilaku ini sering tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum. Padahal, laporan dari "Transparansi Internasional Indonesia" (TII) menunjukkan bahwa sekitar 30-40 persen dana APBN dan APBD hilang akibat praktik suap. Jika tidak ada perubahan signifikan dalam cara masyarakat memandang korupsi, khususnya suap, maka upaya pemberantasan korupsi akan terus menemui jalan buntu.

Dalam perspektif yang lebih luas, korupsi telah merampas kemerdekaan bangsa ini untuk mencapai potensi penuh yang dimilikinya. Kemerdekaan sejati bukan hanya tentang lepas dari penjajahan fisik, tetapi juga tentang terbebasnya negara dari belenggu korupsi yang mengikat rakyat dalam ketidakadilan, kemiskinan, dan ketidakpercayaan. Korupsi adalah musuh dalam selimut yang terus-menerus merongrong kedaulatan bangsa. Jika kita ingin benar-benar merdeka, maka perang melawan korupsi harus menjadi prioritas utama, dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam upaya untuk menghapuskan budaya korupsi yang telah mengakar ini. Hanya dengan begitu, Indonesia dapat menjadi negara yang benar-benar merdeka, sejahtera, dan adil bagi seluruh rakyatnya.

Tahun 2024 menandai 79 tahun Indonesia merdeka, namun kemerdekaan ini masih belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh rakyat. Pada satu sisi, banyak warga negara yang terus berjuang melawan kemiskinan, terjebak dalam kondisi ekonomi yang tak kunjung membaik. Di sisi lain, para koruptor terus menikmati hasil perbuatan mereka, menggarong dan memanipulasi kekayaan negara dengan bebas. Ironisnya, kebebasan yang seharusnya menjadi hak setiap warga negara justru dinikmati oleh mereka yang merusak tatanan bangsa.

Situasi ini menuntut perhatian serius dan tindakan tegas dari semua elemen bangsa. Perjuangan melawan korupsi harus terus dilanjutkan, bukan hanya untuk memulihkan kepercayaan publik, tetapi juga untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang sesungguhnya: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan biarkan koruptor menikmati kemerdekaannya menggarong uang negara dan membiarkan jelata terus dijajah oleh kemiskinan dan penderitaan, serta negara yang seolah tak hadir menjalankan tugas dan fungsinya, membiarkan kedua pemandangan yang kontras itu terus menganga entah sampai kapan.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun