Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Negeri Syahwat Merdeka

6 Agustus 2024   07:16 Diperbarui: 6 Agustus 2024   07:23 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi Bolehkan Pelajar Beli Alat Kontrasepsi? Simak Pasalnya di PP Kesehatan Nomor 28 Tahun 2024 - Tribun-timur.com (tribunnews.com) 

Menyambut HUT Kemerdekaan RI yang ke-79, bangsa Indonesia mendapatkan kado Istimewa dari Presiden Joko Widodob yang sebentar lagi lengser, yakni pengesahkan PP No.28 Tahun 2024 yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang No.17 Tahun 2023 mengenai Kesehatan.  Pada pasal 103 Ayat (4) huruf e, PP tersebut antara lain dinyatakan  "penyediaan alat kontrasepsi" untuk anak-anak usia sekolah dan remaja sebagai bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi. Namun sayangnya pada bagian tersebut tidak ada penjelasan lebih lanjut ihwal apa,  siapa, dan bagaimannya. Oleh karenanya wajar saja jika ihwal tersebut menuai keriuhan dan tanggapan, baik yang mendukung maupun yang menentang.

Para pendukung kebijakan ini berpendapat penyediaan alat kontrasepsi dapat menjadi bagian dari pendidikan seks yang menyeluruh. Pendidikan semacam ini konon diharapkan dapat membantu remaja memahami risiko dan tanggung jawab terkait dengan aktivitas seksual. Selain itu, alat kontrasepsi diilai dapat membantu menghindari kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan remaja. Peningkatan akses layanan pada alat kontrasepsi juga dianggap penting untuk menjaga kesehatan reproduksi remaja dan mencegah penyebaran penyakit menular seksual.

Sebaliknya, sejumlah kalangan, khususnya dari tokoh ormas keagamaan dan juga kalangan pendidik menganggap  bahwa penyediaan alat kontrasepsi kepada remaja bisa dimaknai sebagai dorongan untuk melakukan aktivitas seksual di usia muda, dan itu sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral-etika bangsa dan nilai-nilai semua ajaran agama. Kekhawatiran juga muncul kebijakan tersebut  bisa disalahartikan sebagai legitimasi atau normalisasi hubungan seksual di kalangan remaja, yang dapat menimbulkan masalah sosial. Beberapa ahli juga berpendapat bahwa pendidikan seks harus lebih menekankan pada abstinensi dan pengendalian diri daripada penyediaan alat kontrasepsi.

Terlepas dari pro-kontra tersebut, fakta dan data menunjukkan bahwa perilaku seks menyimpang di kalangan remaja Indonesia sungguh merupakan masalah serius. Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) misalnya,  mengungkapkan  93,7% remaja SMP dan SMA pernah berciuman atau melakukan tindakan seksual lainnya, seperti bercumbu berat dan oral seks. Selain itu, 62,7% remaja SMP dilaporkan mereka sudah tidak perawan lagi, dan 21,2% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi.

Data dari Go Dok menunjukkan bahwa 68% remaja Indonesia rentan terhadap perilaku seks bebas, yang sering kali tidak disertai dengan tanggung jawab yang memadai, sehingga meningkatkan risiko kehamilan yang tidak diinginkan dan penularan penyakit seksual. Data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat 20% remaja usia 14-15 tahun dan 60% remaja usia 16-17 tahun sudah pernah melakukan hubungan seksual.

Lebih jauh, laporan UNICEF menunjukkan antara 17% hingga 56% anak-anak Indonesia yang mengalami eksploitasi seksual di dunia maya tidak melaporkan kejadian tersebut. Sekira 2% anak-anak di Indonesia pernah menjadi korban eksploitasi seksual di dunia maya dalam setahun terakhir. Adapun data mengenai komunitas LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) di Indonesia tampaknya sulit didapatkan karena sensitivitasnya. Namun, beberapa sumber dan penelitian telah memberikan gambaran jumlah pelaku  LGBT di Indonesia konon terbesar se-Asean.

Fakta dan data-data di atas menunjukkan betapa memprihatinkannya prilaku seks bebas yang melanda generasi masa depan bangsa ini. Selain itu fakta dan data tersebut  mengindikasikan bahwa masyarakat kita kini dilanda budaya permisif dan liberalisme yang sangat kuat: remaja, orang tua, pendidik, dan pemerintah tampak tidak berdaya menghadapi serbuan budaya permisifisme seks bebas dan seks menyimpang.  Menyaksikan fenomena tersebut tidak salah jika penyair Taufiq Ismail, menggambarkan negeri ini dalam puisinya sebagai "Republik Syahwat Merdeka".

Niat yang baik dan mulia tentunya perlu dirancang regulasi maupun sosialisasinya secara baik dan terencana. Begitu pun dalam konteks PP No. 28 Tahun 2024 ini, penting untuk mengadopsi pendekatan yang bijaksana dan terinformasi dengan baik. Beberapa langkah dan pertimbangan yang bisa diambil antara lain sebagai berikut. Pertama, mengintegrasikan pendidikan seks yang menyeluruh dalam kurikulum sekolah, termasuk di dalamnya penginformasian tentang kesehatan reproduksi, penggunaan alat kontrasepsi, risiko terkait aktivitas seksual, dan tanggung jawab yang menyertainya kepada para siswa.

Kedua, pendekatan seks berbasis keluarga berbasis integrasi nilai-nilai agama. Orang tua perlu dilibatkan dalam edukasi tentang kesehatan reproduksi, diberikan informasi, dan pelatihan untuk membahas topik ini secara terbuka dengan anak-anak mereka, serta mendorong dialog terbuka antara orang tua dan anak-anak mengenai isu-isu seksual.  Ajaran agama dapat memberikan panduan yang jelas dan nilai-nilai kuat mengenai etika dan perilaku seksual, serta menanamkan nilai seperti kesucian, tanggung jawab, dan penghormatan terhadap diri sendiri dan orang lain.

Ketiga, pemerintah dan lembaga terkait harus memantau pelaksanaan peraturan ini secara efektif. Misalnya, memastikan bahwa penyediaan alat kontrasepsi disertai dengan layanan konseling dan pendidikan yang memadai serta mengurangi terjadinya misinterpretasi dan resistensi. Selain itu perluy juga mengadakan diskusi terbuka tentang kebijakan ini di tingkat masyarakat, dengan melibatkan ahli, pendidik, dan pemimpin agama, untuk mendapatkan berbagai perspektif dan menciptakan pemahaman yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun