Dalam surat Al-Mumtahanah ayat 4, Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya telah ada 'uswah' atau suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama denganya."
Menurut para mufasir, yang dimaksud "orang-orang yang bersama Nabi Ibrahim" adalah keluarga inti beliau: dua istrinya (Siti Sarah dan Siti Hajar) serta dua anaknya (Ismail dan Ishak). Mereka semua dalam tupoksinya masing-masing merupakan sosok-sosok teladan dalam menjalankan perintah Allah SWT dan menegakkan agama Tauhid.
Keteladanan Nabi Ibrahim
Ada beberapa kisah teladan yang dapat kita petik dari kehidupan Nabi Ibrahim yg dijuluki "khalilullah" atau "kekasih Allah" sebagai seorang nabi dan rasul Allah.
Pertama, keteladanan dalam keberanian menegakkan kebenaran. Nabi Ibrahim berani menyuarakan dan memperjuangkan tauhid di tengah-tengah masyarakat para penyembah berhala, termasuk ayahnya sebagai pembuat berhala-berhala tersebut. Ia dengan tegas menolak melakukan perbuatan syirik besar, sebaliknya mengajak kaumnya untuk menyembah hanya kepada Allah dan mentauhidkanya.
Kedua, keteladanan dalam keteguhan iman dan spiritualitas. Nabi Ibrahim dikenal sosok yang memiliki iman yang teguh dan dekat dengan Allah melalui ibadah dan dzikir. Oleh karenanya, ketika beliau akan dilemparkan ke dalam api unggun yang berkobar membara, beliau hasapi dengan tenang. Beliau sangat percaya Allah pasti akan menolong dirinya.
Ketiga, keteladanan dalam ketaatan dan kepatuhan atas semua perintah yang datang dari Allah SWT. Nabi Ibrahim adalah contoh figur yang memiliki iman yang luar biasa teguh dan tunduk sepenuhnya kepada kehendak Allah.
Ketika Allah memerintahkan dirinya untuk menyembelih anaknya Ismail, Nabi Ibrahim tidak sedikit pun ragu atau mempertanyakan perintah yg bagi kebanyakan manusia dinilai melewati batas akal sehat tersebut. Ia langsung bersiap untuk melaksanakannya tanpa reserve. Sungguh ini menunjukkan betapa tingginya tingkat ketaatan dan kepatuhan Nabi Ibrahim kepada Allah.
Keempat, keteladanan dalam kearifan dan kebijaksanaan. Nabi Ibrahim dikenal sebagai sosok yang arif dan bijaksana dalam menyikapi berbagai persoalan. Ia mampu bersikap bijak dan proporsional, baik dalam berkeluarga maupun dalam menjalankan risalah dakwah.
Hal tersebut tampak misalnya dalam kisah saat beliau memerintahkan Nabi Ismail untuk dikorbankan. Dia terlebih dahulu mengajaknya berdialog dan meminta pendapat anaknya terlebih dahulu.
Keteladanan Siti Sarah dan Siti Hajar