Â
Waktu sudah menunjukkan pukul 6.30. Namun mungkin karena  semalaman Bandung diguyur hujan serta langit masih menyisakan mendung, matahari pun masih enggan menampakkan dirinya. Selain itu mungkin karena saat ini hari Sabtu yang merupakan akhir pekan  suasana kota masih sangat hening. Pada pagi hari yang cukup dingin ini mungkin lebih banyak orang yang memilih beristirahat malas-malasan di rumahnya masing-masing atau  melanjutkan tidurnya.
Seperti yang dilakukan Jaka, Usril dan Komeng (bukan nama sebenarnya). Ketiganya tampak terbujur lelap dalam tidurnya. Walau hanya beralaskan karton bekas dan selimut kain tipis mereka terlihat nikmat "ngagoler" melepas lelah di emperan sebuah rumah setelah seharian berkeliling di kota ini ngamen bersama "Si Jai": julukan ondel-ondel miliknya. Sementara ketiga majikanya tertidur,  dengan setia "Si Jai" yang berkumis tebal putih dan tampak sangar ini setia menjaganya.
Ondel-ondel adalah bentuk pertunjukan seni khas Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta rakyat. Tampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.
Ondel-ondel berupa boneka besar dengan tinggi sekira 2,5 meter serta bergaris tengah 80 cm. Dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalamnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya dicat dengan warna merah, sedangkan yang perempuan warna putih.
Boneka khas Betawi ini biasanya dimankan saat digelar pesta rakyat atau hajatan. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang ada di beberapa daerah lain. Misalnya Singo Barong Reog Ponorogo. Musik yang mengiringi ondel-ondel tidak menentu, tetapi biasanya diiringi dengan irama gambang kromong dan tanjidor. Ada juga yang di iringi dengan silat pencak betawi, marawis, hadroh dan rebana ketimpring.
Konon awalnya nama kesenian yang masuk ke Batavia pada abad 17 pasca penyerangan Mataram kepada VOC di kota  ini,  dikenal dengan sebutan "barongan". Kata "ondel-ondel" sendiri menjadi lebih populer dinisbatkan pada kesenian ini ketika Benyamin Sueb membawakan lagu "Ondel-ondel" pada tahun 1971 dalam irama gambang kromong yang digubah oleh Djoko Subagyo. Kemudian seni ondel-ondel ini pada zaman dahulu digunakan sebagai penolak bala dan penjaga kampung. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta-pesta rakyat, atau diarak untuk mengamen.
kota Bandung. Seperti disampaiakan oleh Komeng dan kedua temanya yang mengaku sebagai para seniman Betawi sejati, mereka terpaksa ngamen bersama "Si Jai" di kota Bandung sebagai ikhtiar mengais rezeki. Katanya, di Jakarta dan Jabodetabek lapangan kerja semakin susah didapat. Khususnya lapangan pekerjaan yang berhubungan dengan kesenian. Begitu pula persaingan dengan para pendatang semakin ketat. "Jadi apa salahnya jika kami mengajak "Si Jai" jalan-jalan di kota Bandung sambil melihat para mojang geulisnya" ujar ketiganya  terkekeh. ***Â
Saat ini, karena berbagai faktor dan alasan arak-arakan para pengamen seni ondel-ondel  bukan hanya menghiasi jalan-jalan kota Jakarta tetapi juga di KawasanBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H