Calon Wakil Presiden Mahfud MD. mengakui menerima laporan tentang adanya operasi penekanan terhadap sejumlah rektor di kampus guna meredam petisi akademisi yang mengkritik pemerintah Presiden Joko Widodo. Mahfud menyatakan bahwa beberapa rektor diminta untuk memberikan testimoni positif tentang pemerintahan Jokowi.
Mahfud menyebut bahwa beberapa rektor dari perguruan tinggi membuat pernyataan pesanan dari pihak yang melakukan operasi khusus, sementara tidak semua rektor bersedia melakukan hal tersebut, termasuk Universitas Soegijapranata di Semarang, Jawa Tengah.
Upaya pembenturan antara sivitas akademika (dosen, guru besar, dan mahasiswa) dengan pihak-pihak penguasa kampus, seperti rektor dan jajarannya, sungguh sangat berbahaya dalam konteks pendidikan tinggi di Indonesia. Beberapa alasan mengapa hal ini dianggap berbahaya melibatkan dampak negatif terhadap prinsip-prinsip akademik dan tujuan pendidikan tinggi.
Pertama, pembenturan dapat merugikan kebebasan akademik, yang merupakan prinsip dasar pendidikan tinggi. Dosen, guru besar, dan mahasiswa seharusnya memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapat, melakukan penelitian, dan berpartisipasi dalam kegiatan akademik tanpa takut akan tekanan atau hukuman.
Upaya membenturkan sivitas akademika dengan pihak penguasa kampus dapat merusak lingkungan akademik yang seharusnya mendukung pertukaran ide dan pandangan. Kondisi ini dapat memicu ketidaknyamanan, ketegangan, dan hambatan kolaborasi di antara para anggota komunitas akademik.
Kedua, pembenturan semacam itu bisa mencerminkan adanya intervensi politik dalam ranah akademik. Jika pihak penguasa kampus memaksa rektor atau dosen untuk menyuarakan pandangan tertentu yang mendukung pemerintah, hal ini dapat mengancam independensi perguruan tinggi sebagai lembaga akademik.
Selain itu akibat tekanan politik terhadap sivitas akademika dan penguasa kampus dapat merusak reputasi dan kredibilitas perguruan tinggi di mata masyarakat.
Perguruan tinggi diharapkan menjadi tempat yang netral dan mandiri, di mana ide dan penelitian dapat berkembang tanpa intervensi politik.
Dengan demikian, upaya pembenturan antara sivitas akademika dan pihak penguasa kampus dapat membahayakan prinsip-prinsip fundamental pendidikan tinggi dan mengancam integritas serta independensi lembaga-lembaga tersebut.
Seorang rektor seharusnya tetap bersikap sebagai pemimpin yang mendukung dan memajukan misi dan nilai-nilai akademik. Rektor, baik PTN maupun PTS  harus istikomah dalam mendukung kebebasan akademik, mendorong kritisisme dan pemikiran Kritis, mendengar dan berkomunikasi, serta tetap menjunjung netralitas.
Dengan bersikap seperti itu, seorang rektor dapat menciptakan lingkungan akademik yang sehat, produktif, dan sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan tinggi yang berkualitas. Juga tidak mudah diintervensi oleh kepentingan-kepentingan sesaat dari pihak penguasa.