Pemilu 2024 di Indonesia telah menjadi panggung bagi inovasi dalam strategi kampanye politik. Salah satu terobosan yang mencuri perhatian publik antara lain program "Desak Anies." Program ini diinisiasi oleh relawan pendukung Capres Anies Baswedan, dan dinilai telah membawa perubahan signifikan dalam pendekatan kampanye politik dalam Pilpres 2024.
Program "Desak Anies" menawarkan platform dialog langsung antara Anies Baswedan dengan pemilih potensial, terutama anak muda yang menjadi target utamanya.Â
Tak pelak, model kampanye Pilpres berbasis dialog ini telah  menciptakan ruang bagi hadirnya pertanyaan, tanggapan, dan diskusi yang lebih intensif, serta menghadirkan demokrasi yang mencerdaskan. Dengan demikian pula program "Desak Anies" telah menciptakan model kampanye yang edukatif dengan sentuhan "politik gagasan."
Program kampanye "Desak Anies" ini juga dapat dianggap sebagai antitesa terhadap kejumudan model kampanye formal capres-cawapres yang diselenggarakan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang penuh dengan aturan seremonial, kaku, dan rijid. Selain juga, topik masalah yang menjadi bahan perdebatan dianggap kerap mengawang-awang atau sangat teoretis, karena memang merupakan hasil pemikiran para akademisi hebat namun kurang membumi.
Beeberapa poin yang menunjukkan perbedaan antara "Desak Anies" dengan model kampanye formal yang diatur oleh KPU antara lain  "Desak Anies" menghadirkan keterlibatan aktif pemilih, terutama anak muda, dalam proses kampanye. Dengan demikian program ini telah menciptakan interaksi yang lebih nyata dan merangsang partisipasi aktif.Â
Sebaliknya, model kampanye formal KPU sering kali melibatkan pertanyaan yang telah diatur sebelumnya, menghasilkan diskusi yang cenderung terpola dan kurang menggambarkan situasi nyata atau kebutuhan pemilih.
Selanjutnya, model kampanye "Desak Anies" memberikan pemotretan langsung terhadap realitas sosial dan kebutuhan Masyarakat, Â serta lebih menekankan pada keberagaman dan inklusivitas.Â
Kemudian yang tidak kalah pentingnya, model kampanye "Desak Anies" cenderung menghindari keterpolaran ideologis dan lebih fokus pada pertukaran gagasan.Â
Sebaliknya, model kampanye formal sering kali terjebak dalam dinamika polarisasi politik dan kecenderungan mengikuti arus retorika yang umumnya diatur oleh tim kampanye.
Dengan mempertimbangkan perbedaan ini, "Desak Anies" dapat dianggap sebagai usaha untuk menghadirkan model kampanye yang lebih dinamis, terbuka, dan mendekatkan pemimpin dengan pemilih. Meskipun formalitas tetap penting dalam suatu kampanye, pendekatan yang lebih inklusif dan berfokus pada pertukaran gagasan di "Desak Anies" dapat menjadi alternatif yang menarik dan merangsang partisipasi politik.
Dalam perspektif komunikasi politik kampanye model "Desak Anies" telah membuka pintu bagi apa yang disebut sebagai "politik gagasan." Meskipun istilah ini belum umum, oleh sejumlah pakar didefinisikan "politik gagasan" Â mengacu pada fokus pada perdebatan, penyusunan, dan pertukaran ide atau konsep dalam konteks politik. Program ini menciptakan suasana di mana ideologi dan gagasan menjadi pusat perhatian, bukan sekadar retorika atau citra personal.