Mohon tunggu...
Kholida Fahma
Kholida Fahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai mahasiswa, saya aktif di beberapa organisasi dan volunteer . Melalui Kompasiana, saya ingin menyuarakan aspirasi mahasiswa dan membahas isu-isu sosial yang penting.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bersama, Bisakah Kita Ciptakan Dunia Bebas Catcalling?

29 Maret 2024   11:32 Diperbarui: 30 Maret 2024   13:14 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bayangkan ketika kamu sedang berjalan tiba-tiba disiuli dengan komentar genit menusuk telinga. "Hai cewek..pstt" "Kiw-kiw" "duh, sini sama abang!". Perasaan nyaman seketika sirna, digantikan rasa malu dan terintimidasi. Itulah catcalling, "hadiah" tak diundang yang mewarnai jalanan. Di balik tembok budaya santun Surakarta, catcalling bagaikan luka yang menganga.

Dalam ajaran agama Islam, Allah Swt. telah memerintahkan umat Islam agar senantiasa berlaku adil dalam segala hal, tanpa memandang golongan, kerabat atau agama yang dipeluknya. Dalam perintah mengedepankan keadilan ini diiringi dengan berbuat baik (ihsan) kepada sesama. Maksud ihsan di sini bukan hanya tindakan baik, tapi juga lebih dari sekadar melakukan kebaikan berupa pemberian materi, tapi juga disertai dengan adab, toleransi, tepo seliro, dan sejenisnya.

Allah Swt. menyampaikan perintah berbuat adil dan ihsan ini dalam Surat al- Nahl [16] ayat 90 sebagai berikut:

اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

Artinya, "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran" (QS al-Nahl [16] ayat 90).

Islam memandang catcalling sebagai perbuatan yang tidak memoderasi gender dan wujud lunturnya nilai hamblumminannas. Dimana Perempuan juga memiliki Hak untuk aman dan bebas dari rasa terintimidasi akan tetapi mereka kaum (bringasan) memperkosa hak tersebut secara tidak langsung serta Catcalling menciptakan atmosfer ketakutan dan ketidaknyamanan bagi perempuan di ruang publik. Lebih dari itu, catcalling merupakan sebuah bentuk pelecehan yang merendahkan martabat perempuan. Tubuh perempuan diobjektifikasi, direduksi menjadi komoditas seksual semata. Pandangan ini bertentangan dengan ajaran Islam rahmatan lil 'alamin yang menekankan kesetaraan gender dan kehormatan manusia karena hal tersebut sudah ada Ketika zaman Rasulullah saw.

Fenomena catcalling tak lepas dari akar budaya patriarki yang mengakar kuat dalam masyarakat. Kultur yang memosisikan laki-laki sebagai pihak dominan dan perempuan sebagai subordinat. Budaya ini memicu anggapan bahwa perempuan "pantas" mendapatkan komentar dan rayuan tak senonoh di ruang publik.
Melawan catcalling berarti melawan budaya patriarki. Perlu adanya edukasi dan kesadaran kolektif bahwa catcalling bukan lelucon, melainkan bentuk pelecehan yang tak tertoleransi. Marilah bersama-sama menentang sekecilpun catcalling, Wujudkan Surakarta yang aman dan nyaman, di mana setiap langkah terasa dihargai, bukan dilecehkan. Menebar kesadaran bahwa perempuan berhak atas rasa aman dan dihormati di ruang publik. Catcalling bukan budaya, tapi dosa. Lawan!
HIDUP PEREMPUAN YANG MELAWAN!!!!!!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun