Oh ya, sekarang idul adha! Pikirku,
Kemudian aku iseng nyeletuk, "Sampeyan ndak korbanan pak?" (pertanyaan yang biasa kami gunakan untuk menanyakan aktivitas potong hewan qurban), kepada Pak Samuji, karena biasanya akan mendapat jatah daging lebih. Â Ia kemudian sedikit tertawa, dengan suara yang ragu-ragu karena berusaha memilah kata, "ya.. gimana ya mas, kalo dapat daging pun masaknya gimana? Belom juga nasi nya kan.. Sementara anak juga butuh biaya buat sekolah." Jawabnya. Â Bagaimanapun nasi tetaplah nasi ya kan, kalo belum makan nasi ya belum makan, gumamku dalam hati.
Pak Samuji termasuk salah satu supir ojek yang cukup beruntung karena masih mendapat ganti rugi dari tanah yang dimiliki orang tuanya. Â Namun, ia mengakui bahwa memang lebih memilih uang daripada ganti rumah, karena harus dibagi rata untuk saudara-saudaranya. Â Beberapa supir ojek memang bukan korban luapan lumpur lapindo, "Yang jelas semuanya warga sini mas." Terangnya. Â
Ia juga mengatakan bahwa ojek yang menyediakan jasa keliling tanggul ini satu paguyuban, dan penghasilan mereka dibagi rata agar tidak saling berebut penumpang. Â Namun hingga akhir perjumpaan kami, selepas aku bayarkan biaya jasa antar Pak Samuji, ia justru langsung tergopoh-gopoh pulang akibat ada urusan di rumah yang belum selesai. Â
Tidak jarang juga, seseorang, atau sekelompok orang menanti di beberapa sudut tanggul juga pintu masuk untuk menarik biaya, digunakan sebagai keperluan warga sekitar, begitu mereka membahasakannya.
Bagaimanapun juga, 13 tahun lalu tidak ada yang menyangka bahwa area seluas kurang lebih 5 kilometer persegi ini benar-benar akan menjadi danau kering, menyisakan anak-anak yang bingung bagaimana permulaan hidup mereka hingga kesekian tahun ini. Â
Seperti dalam beberapa film science-fiction yang mengisahkan kehidupan dalam kapal luar angkasa untuk mencari 'planet biru', begitulah kiranya kami mulai lupa akan daratan, tiba-tiba sudah dalam kapal! Untungnya bukan sejak lahir. Â Terakhir, seperti kata Pak Samuji "ini bencana alam terlama loh mas!" yang kurang lebih menyerukan bahwa sudah tidak ada harapan lagi, atau mungkin sebuah harapan terbalik seperti 'suatu saat ini akan usai!'
Entahlah pak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H