Mohon tunggu...
Khoirunnisa
Khoirunnisa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gara-gara Gula, Ketua DPD RI Ditangkap KPK

22 September 2016   20:33 Diperbarui: 22 September 2016   20:46 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Catatan dunia perpolitikan kembali ditorehkan tinta hitam kerakusan pejabat politik. Setelah kasus OTT Bupati Banyuasin (Sumsel) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Publik kembali diguncang  dengan mencuatnya kasus ketua DPD RI yang terlibat dalam rekomendasi kuota impor gula Bulog.

Ketua DPD RI  Irman Gusman terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) petugas KPK, sabtu (17/9) dini hari. Irman ditangkap seusai menerima uang Rp. 100 juta dari pengusaha Xaveriandy Sutanto dan istri, Memi, di rumah dinasnya di Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan. Uang  tersebut diduga merupakan timbal balik atas rekomendasi yang dikeluarkan oleh Irman Gusman terkait kuota gula impor untuk Provinsi Sumatera Barat pada 2016. (dikutip dari Tribun Sumsel edisi Senin, 19/9/2016).

Sejatinya, DPD merupakan lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan RI, dengan maksud untuk memberikan tempat bagi daerah-daerah menempatkan wakilnya dalam lembaga perwakilan tingkat nasional untuk mengakomodir dan memperjuangkan daerahnya sehingga memperkuat kesatuan nasional. (Iriawan,Beddy:2011). Kembali melihat jejak kebelakang, yaitu salah satu hasil sidang MPR tahun 2002 yang menghasilkan DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai  bagian dari MPR. DPD yang notabenenya dipilih oleh rakyat daerah tidak memilki wewenang sekuat DPR. DPD tidak mampu memutuskan dan mengikat DPR apalagi menentukan kebijakan-kebijakan nasional. Jika usulan dan pemikiran DPD tidak sejalan dengan DPR, maka akan ditinggalkan. Dan apabila harus ditempuh dengan voting, DPD yang jumlahnya tidak lebih dari sepertiga dari jumlah anggota DPR akan kalah.

Wakil rakyat harusnya mampu menyadari posisinya saat ini, ada segudang harapan yang mereka emban untuk diwujudkan demi mencapai kesejahteraan bersama bukan “kesejahteraan pribadi”. Bagaimana mungkin mereka bisa duduk manis  memakai baju rapi berdasi jikalau bukan karena suara rakyat? DPD yang harusnya membantu memajukan otonomi daerah agar mengalami kemajuan malah sibuk memberi rekomendasi kuota impor gula. Padahal  rekomendasi tersebut harusnya diajukan oleh lembaga negara terkait salah satunya Kementrian Pertanian atau Kementrian Perdagangan.

Analogi gula untuk permasalahan ini memang sangat tepat, gula yang manis akan didekati banyak semut. Gula disini layaknya seorang birokrat/ pejabat politik (seperti ketua DPD RI)  yang memiliki daya tarik dan pengaruh untuk meluruskan niat para semut (orang-orang yang berniat mencari keuntungan dari negara) untuk korupsi. Birokrat yang memiliki mental korupsi ini sulit untuk dihlangkan mereka senantiasa mampu membaca peluang untuk korupsi dan sepertinya sudah tidak malu dan lupa terhadap sumpahnya saat dilantik.

Menghadapi permasalahan ini, pembinaan untuk menghayati agama harus ditingkat agar membentuk birokrat berhati bersih. Selain itu, pengawasan oleh seluruh masyarakat khususnya pihak terkait (KPK) sangat penting. Siapapun kita, posisi yang kita nikmati sekarang tentu memiliki hak dan kewajiban. Jangan sampai kita hanya memperjuangkan hak dan melupakan kewajiban yang akan dipertanggungjawabkan terhadap pengadilan Tuhan.

Nama               : Khoirunnisa  

NIM                : 07031181520200

Fakultas           : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan            : Ilmu Komunikasi

Sumber Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun