Sumber gambar: Dokumen penulis
Â
Â
Berawal dari tertarik pada ayam warna-warni yang dijual di pasar-pasar. Akupun membeli ayam warna-warni tersebut. Seingatku kalau tidak salah harganya waktu itu sepuluh ribu dapat 3 anak ayam warna-warni. Akupun lalu membawa tiga anak ayam tersebut pulang dan memasukkannya di kandang.
Setiap hari aku rajin memberikan makan dedak. Tetapi jika diberi makan dedak selalu saja masih tersisa. Hingga ayahku membeli pelet ayam (trembel) untuk makan ayam-ayamku. Dan hasilnya selalu saja habis. Selain itu, agar menjaganya tidak stres. Setiap minggu aku selalu mengeluarkan ayam-ayamku dari kandang agar dapat bergerak leluasa di luar.
Lambat laun ketiga anak ayam tersebut mulai besar. Selain itu, warna-warna di bulunya juga mulai menghilang atau memudar. Sehingga yang nampak hanya warna putih, seperti ayam pada umumnya. Bahkan saking tumbuh besarnya, ayam-ayam tersebut mulai tidak muat untuk masuk lubang pintu kandangnya, maklumlah kandang yang kupakai hanya kandang burung yang berukuran besar dan luas, tetapi hanya memiliki satu lubang persegi yang sangat kecil.
Tetapi entahtah kenapa, pada suatu hari salah satu ayamku seperti diam dan tidak bersemangat makan. Beberapa jam kemudian aku menjumpai ayamku tersebut mati. Yah, rasanya sedih, ayamku sekarang tinggal dua. Beberapa minggu kemudian ayam yang satunya lagi juga mati. Bukan mati karena sakit, melainkan mati karena disembelih ayahku untuk dijadikan soto. Sebenarnya aku tidak mau jika ayamku disembelih, tapi apa mau dikata. Pada malam harinya ketika aku lapar aku melihat soto yang kelihatannya enak. Dan dengan berat hati aku memakan soto tersebut dengan di dalamnya ada daging hewan kesayangku.
Dan ayam yang ketiga mati mungkin karena sudah waktunya. Maklumlah ayam yang ketika ini sudah tumbuh sangat besar sekali. Aku memang sengaja merawatnya dengan memberi makan dan minum hingga dapat tumbuh sebesar itu. Dan pada hari kematiannya, si ayam memang menunjukan gejala kalau mau mati. Karena paruhnya selalu terbuka. Aku kasihan sekali melihatnya. Aku juga sudah iklas jika si ayam mati. Dan aku tidak punya ayam lagi.
Beberapa tahun kemudian, ibuku membelikan anak ayam. Berbeda dari sebelumnya, baru sebentar di pelihara ayam-ayam tersebut banyak mati dan tinggal satu yang hidup dan dapat tumbuh hingga besar. Karena sulit menangkapnya jika sore, si ayam biasanya tidur di kandang sapi milik ayahku. Waktu itu, ibuku ingin menyuruh ayahku untuk menyembelih ayam tersebut. Tetapi ayahku menolak karena agar menemani si sapi yang sendirian di kandang. Dan waktu itu, entah kenapa si ayam yang satu ini menunjukan gejala aneh seperti mau bertelur. Selang beberapa saat si ayampun bertelur tetapi ayamnya langsung mati. Tetapi banyak sekali telur yang ia keluarkan. Dan akhirnya telur-telur tersebut menetas. Yang artinya banyak anak ayam yang lahir. Mungkin jika sudah bekerja dan menikah aku akan memelihara ayam, kambing atau sapi. Hehehe. Sekian dan terima kasih.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!