Pendidikan merupakan salah satu faktor yang memberi efek dalam mengembangkan negara yang memiliki predikat maju. Melalui pendidikan, sumber daya manusia akan dibentuk sebagai suatu individu yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan berkiprah dalam lingkup global. Adapun dalam sistemnya, pendidikan diatur dalam suatu kurikulum yang direpresentasikan dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, setiap individu itu unik, melalui pendidikan, peserta didik mendapatkan tuntunan  untuk menjadi manusia seutuhnya sehingga mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaannya yang sesuai keunikannya. Kurikulum berubah seiring perubahan zaman, hal ini karena pendidikan harus dapat mengikuti zaman agar sumber daya manusia yang dibentuk tidak tertinggal oleh kebutuhan zaman. Kurikulum yang diterapkan saat ini merupakan kurikulum merdeka dengan menerapkan pembelajaran yang setara, pembelajaran ini disebut sebagai pembelajaran Berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan implementasi dalam hal memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan peserta didik yang beragam. Menurut Tomlinson, 2000 (dalam Rachmadhani & Kamalia, 2023), kebutuhan belajar memuat kesiapan, minat, dan profil belajar. Oleh karena itu, dalam mewujudkan pembelajaran yang memenuhi keberagaman peserta didik, diperlukan pembentukan kurikulum yang mampu menyetarakan hak belajar mereka.
Pada abad 21 dalam era globalisasi, perkembangan teknologi informasi berperan besar dalam persaingan di dunia, sehingga sektor pendidikan menjadi salah satu imbas dari isu tantangan global. Setiap individu, baik guru maupun peserta didik, perlu beradaptasi dengan perubahan ini agar mampu bersaing secara global. Menurut Saleh dkk., (2023) perkembangan teknologi dapat mempengaruhi turunnya nilai-nilai dasar dan kebudayaan, maka dari itu guru perlu memberikan contoh menggunakan teknologi teknologi secara positif untuk mendampingi peserta didik. Sejalan dengan hal tersebut, penggunaan teknologi dalam pembelajarannya menggantikan pembelajaran konvensional, memperluas pemahaman tentang dunia, meningkatkan kemampuannya untuk bersaing dalam dunia global, sehingga mempengaruhi pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik (Zamroni & Muhlisin, 2024). Adapun kemampuan tersebut disebut dengan keterampilan 4C yakni critical thinking, creative, communication, dan collaboration. Dalam proses pembelajarannya, diperlukan target untuk mencapai hal-hal tersebut dengan membangun konsep kurikulum yang optimal.
Kurikulum adalah suatu rancangan untuk merencanakan pembelajaran sebagai petunjuk kegiatan proses pembelajaran secara terstruktur. Berdasarkan penegasan dari Putri & Aryani (2024), kurikulum bersifat fleksibel sehingga kesesuaiannya bergantung pada kebutuhan dan keterampilan yang perlu dikembangkan agar dapat diaplikasikan dalam menghadapi perubahan di masa depan. Implementasi pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan 4C diwujudkan dalam kurikulum Merdeka Belajar. Lao & Hendrik (2020) mengemukakan bahwa merdeka belajar berarti kemerdekaan berpikir, kemerdekaan berinovasi, serta belajar mandiri dan kreatif. Tujuan kurikulum ini menciptakan sistem pembelajaran yang inovatif, fokus kepada peminatan, dan memanfaatkan teknologi sesuai kebutuhan peserta didik sehingga menumbuhkan keterampilan yang dapat digunakan untuk bersaing dalam tuntutan dunia (Arifin & Muslim, 2020). Isu tantangan global terjawab dari terbentuknya konsep SDGs (Sustainable Development Goals) yang dilaksanakan oleh PBB tahun 2015 yang ditargetkkan tercapai tahun 2023 terdapat tujuh belas tujuan global, salah satunya "memastikan inklusif dan pendidikan berkualitas yang adil dan mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua" serta "mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan". Â Oleh karena itu, pendidikan merupakan hak yang diperoleh untuk setiap individu tanpa memandang latar belakang, karakteristik, ras, suku, status ekonomi, dan lain-lain.
 Penyusunan kurikulum saat ini fokus kepada peran aktif peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya yang masih samar-samar. Dalam mengembangkan potensinya masing-masing, guru perlu menyusun strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik sehingga pembelajaran lebih bermakna dan memudahkan mereka memahami konsep materi (Maulidia & Prafitasari, 2023). Berdasarkan pemaparan dari Pebriyanti (2023), kesiapan, minat, dan profil belajar merupakan komponen penting dalam mengakomodasi kebutuhan belajar peserta didik. Oleh karena itu, kemampuan guru dibutuhkan untuk mengidentifikasi ketercapaian tujuan pembelajaran dan peningkatan hasil belajar. Kesiapan belajar diukur berdasarkan kemampuan awal sebelum proses pembelajaran dimulai diantaranya melalui asesmen diagnostik, observasi, dan wawancara. Adapun minat belajar peserta didik merupakan ketertarikan suatu individu untuk terlibat aktif dan menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi selama proses pembelajaran. Sedangkan profil pelajar peserta didik adalah proses pembelajaran yang mengidentifikasi budaya, bahasa, latar belakang keluarga, dan gaya belajar sebagai suatu pendekatan kepada peserta didik (Farid dkk., 2022). Gaya belajar dikelompokkan menjadi tiga bagian diantaranya visual, auditori, dan kinestetik. Dari pernyataan-pernyataan tersebut maka diperlukan strategi pembelajaran yang mampu mengimplementasikan kesetaraan mendapatkan pembelajaran dari peserta didik yang beragam yakni pembelajaran berdiferensiasi.
 Pembelajaran berdiferensiasi adalah suatu strategi pembelajaran yang dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang beragam selama prosesnya. Hal ini sejalan pernyataan Wulandari (2022), setiap peserta didik harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar sesuai dengan minatnya, cara ini menunjukkan bahwa guru telah berpihak kepada peserta didik yang mementingkan perkembangannya. Pawestri & Zulfiati (2020) juga memaparkan bahwa keberagaman peserta didik dikelompokkan berdasarkan kemampuannya diantaranya: (1) mampu memahami materi pelajaran secara cepat dan tidak mengalami kesulitan, peserta didik ini memiliki kemampuan belajar level mandiri, (2) mampu memahami materi pelajaran dengan bantuan, peserta didik ini memiliki kemampuan belajar level bantuan, (3) masih kesulitan dalam memahami materi pelajaran, peserta didik ini memiliki kemampuan belajar level frustasi. Keberagaman kemampuan-kemampuan tersebut perlu diberikan pendampingan khusus untuk kelompok peserta didik yang mengalami kesulitan dibanding kelompok lainnya. Oleh karena itu, selama proses pembelajaran, guru perlu melakukan pengelompokkan berdasarkan kemampuan-kemampuan tersebut, atau pengelompokkan dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan peserta didik. Hasil identifikasi tersebut akan digunakan guru sebagai referensi menyusun rancangan pembelajaran dan diterapkan selama proses pembelajaran.
Terdapat 5 tujuan terkait strategi pembelajaran berdiferensiasi memenuhi, 1) peserta didik diberikan bantuan agar mencapai tujuan pembelajaran; 2) peserta didik diberikan stimulus pembelajaran untuk meningkatkan motivasinya sehingga mencapai hasil belajar yang meningkat, 3) peserta didik diberikan dukungan semangat melalui hubungan yang harmonis selama proses pembelajaran, 4) peserta didik diberikan dorongan agar memiliki sikap menghargai keberagaman dan mandiri, dan 5) untuk mengembangkan kompetensi guru dengan menumbuhkan rasa kepuasaan dan tertantang dalam menerapkan pembelajaran yang lebih kreatif dari waktu ke waktu (Anggarwati & Alfiandra, 2023). Pembelajaran berdiferensiasi dapat dilihat pada bagian kegiatan pembelajaran dalam rancangan pembelajaran. Kegiatan strategi pembelajaran berdiferensiasi dibagi menjadi ke dalam empat aspek yakni, diferensiasi konten, proses, produk, dan lingkungan belajar. Diferensiasi konten berarti isi atau materi pembelajaran dibedakan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, diferensiasi proses berarti alat bantu yang digunakan selama proses pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, serta diferensiasi produk merupakan hasil yang diberikan oleh peserta didik setelah proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, terutama dalam hal gaya belajarnya masing-masing. Sedangkan diferensiasi pada aspek lingkungan belajar, peserta didik diberikan kebebasan sesuai dengan kondisi lingkungan belajarnya agar menghasilkan pengalaman belajar yang lebih berkesan (Atikah dkk., 2023; dan Yani dkk., 2023).
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan strategi yang digunakan untuk menjawab tantangan global dengan mewujudkan kurikulum yang memberikan kebebasan kepada setiap peserta didik agar mendapatkan hak belajar sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya masing-masing. Berdasarkan diferensiasi konten dan proses, kegiatan pembelajaran memerlukan pembentukan kelompok diantaranya berdasarkan kemampuan, kesiapan, minat, gaya belajar, latar belakang peserta didik, dan lain sebagainya. Peserta didik yang memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan kemampuan atau kebutuhannya dapat merasakan pembelajaran yang berkesan, memahami konsep materi karena pembelajaran berpihak kepada peserta didik, serta memperoleh hasil belajar yang baik. Adapun produk yang hasilkan lebih optimal, ini juga menumbuhkan bakat dan kreatifitas peserta didik yang sudah dimiliki sebelumnya, sehingga peserta didik merasa lebih senang. Selain fokus kepada pembelajaran berdiferensiasi, guru juga perlu mengembangkan diri untuk mengetahui pendekatan yang sesuai dalam mengidentifikasi keberagaman peserta didik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H