Pagi cerah bersama kicauan burung
Udara masih berembun sejukkan hati
Sementara matahari masih malu-malu berjumpa pagi hari
Suara pagi bersama pepohonan yang rindang
Tiba-tiba ada suara keras dari sudut ruang Kadipaten "Romo putri anake panjenengan iii iii ical"
Adipati berdebar jantung semakin kencang
Mendengar kabar putri satu-satunya hilang
Selaksa pohon yang di sambar petir dan tumbang
Kondisi Kadipaten semakin memanas
Adipati segera mengambil tindakan tegas
Membuat sayembara "sopo wonge seng iso nemokne putriku nah sek joko tak pek mantu, tapi nah wes ra joko utowo wong wadon tak pek sedulur"
Prajurit Kadipaten segera woro-woro sayembara dari Adipati
Penduduk dari desa sampai kota
Mulai melakukan pencarian putri Adipati yang hilang
Pencarian putri Adipati yang hilang
Menelusuri jantung kota Kadipaten sampai pedesaan
Menelusuri lembah-lembah sampai pegunungan
Menelusuri lautan sampai daratan di kepulauan sekitar Kadipaten
Pencarian yang melelahkan
Dengan melibatkan segenap prajurit Kadipaten
Penduduk desa maupun kota juga melakukan pencarian
Seluruh kekuatan Kadipaten dikerahkan
Para prajurit menunggang kuda
Memasuki daerah-daerah pelosok negeri
Namun masih belum ditemukan putri Adipati
Waktu terus berjalan
Senja mulai tiba
Matahari sudah merayap menuju persinggahan
Gelap mulai menyelimuti langit
Bintang dan rembulan masih bersembunyi
Hujan mulai mengguyur di malam kegelapan
Sang putri Adipati belum ditemukan juga
Padahal waktu sudah menunjukkan malam
Tak di sangka
Kala prajurit Kadipaten sedang dalam pencarian keberbagai wilayah
Sudah ada seorang pemuda dingin menyerahkan putri Adipati
Kadipaten seketika senyap menjadi riuh
Adipati menyaksikan itu langsung mengambil sikap "ternyata awahmu zo seng gowo putriku, boh culik putriku zo!"
Pemuda dingin tanpa suara mendengar tuduhan Adipati
Adipati tetap bersikukuh dengan argumen yang menyudutkan pemuda dingin
Bahkan Adipati mengusirnya "wes dang ngaleh awahmu songko Kadipaten kene, mumpung aku sek ngampuni awahmu, nah gak dang ngaleh tak seret nang penjara awahmu"
Tidak begitu saja sikap Adipati terhadap pemuda dingin tanpa suara
Dia juga melempar sepuluh coin emas "sah iki dang ngaleh, iku ono duwet gowonen, awahmu ojo sampek ngarep-ngarep sayembara isuk mau"
Pemuda dingin memandang wajah Adipati tanpa suara
Selaksa mata elang yang masih meraba keadaan, setelah itu dia pergi tanpa membawa coin emas hadiah dari Adipati
Namun di kala itu juga
Putri Adipati berusaha memberi penjelasan, bahwa pemuda dingin itu juru selamat
Tidak seperti yang di tuduhkan romo Adipati terhadapnya
Namun apa dikata jika nasi sudah menjadi bubur
Dalam sekejap selaksa angin pemuda dingin sudah tidak ada di tempatnya
Hilang entah kemana keberadaannya
Seperti  udara tak nampak, tetapi dapat dirasakannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H