Mohon tunggu...
Khoirul Taqwim
Khoirul Taqwim Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pascasarjana UIN Raden Mas Said Surakarta

Peneliti Tentang Kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pemuda Dingin Tanpa Suara

6 Juli 2022   23:01 Diperbarui: 6 Juli 2022   23:07 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi cerah bersama kicauan burung

Udara masih berembun sejukkan hati

Sementara matahari masih malu-malu berjumpa pagi hari

Suara pagi bersama pepohonan yang rindang

Tiba-tiba ada suara keras dari sudut ruang Kadipaten "Romo putri anake panjenengan iii iii ical"

Adipati berdebar jantung semakin kencang

Mendengar kabar putri satu-satunya hilang

Selaksa pohon yang di sambar petir dan tumbang

Kondisi Kadipaten semakin memanas

Adipati segera mengambil tindakan tegas

Membuat sayembara "sopo wonge seng iso nemokne putriku nah sek joko tak pek mantu, tapi nah wes ra joko utowo wong wadon tak pek sedulur"

Prajurit Kadipaten segera woro-woro sayembara dari Adipati

Penduduk dari desa sampai kota

Mulai melakukan pencarian putri Adipati yang hilang

Pencarian putri Adipati yang hilang

Menelusuri jantung kota Kadipaten sampai pedesaan

Menelusuri lembah-lembah sampai pegunungan

Menelusuri lautan sampai daratan di kepulauan sekitar Kadipaten

Pencarian yang melelahkan

Dengan melibatkan segenap prajurit Kadipaten

Penduduk desa maupun kota juga melakukan pencarian

Seluruh kekuatan Kadipaten dikerahkan

Para prajurit menunggang kuda

Memasuki daerah-daerah pelosok negeri

Namun masih belum ditemukan putri Adipati

Waktu terus berjalan

Senja mulai tiba

Matahari sudah merayap menuju persinggahan

Gelap mulai menyelimuti langit

Bintang dan rembulan masih bersembunyi

Hujan mulai mengguyur di malam kegelapan

Sang putri Adipati belum ditemukan juga

Padahal waktu sudah menunjukkan malam

Tak di sangka

Kala prajurit Kadipaten sedang dalam pencarian keberbagai wilayah

Sudah ada seorang pemuda dingin menyerahkan putri Adipati

Kadipaten seketika senyap menjadi riuh

Adipati menyaksikan itu langsung mengambil sikap "ternyata awahmu zo seng gowo putriku, boh culik putriku zo!"

Pemuda dingin tanpa suara mendengar tuduhan Adipati

Adipati tetap bersikukuh dengan argumen yang menyudutkan pemuda dingin

Bahkan Adipati mengusirnya "wes dang ngaleh awahmu songko Kadipaten kene, mumpung aku sek ngampuni awahmu, nah gak dang ngaleh tak seret nang penjara awahmu"

Tidak begitu saja sikap Adipati terhadap pemuda dingin tanpa suara

Dia juga melempar sepuluh coin emas "sah iki dang ngaleh, iku ono duwet gowonen, awahmu ojo sampek ngarep-ngarep sayembara isuk mau"

Pemuda dingin memandang wajah Adipati tanpa suara

Selaksa mata elang yang masih meraba keadaan, setelah itu dia pergi tanpa membawa coin emas hadiah dari Adipati

Namun di kala itu juga

Putri Adipati berusaha memberi penjelasan, bahwa pemuda dingin itu juru selamat

Tidak seperti yang di tuduhkan romo Adipati terhadapnya

Namun apa dikata jika nasi sudah menjadi bubur

Dalam sekejap selaksa angin pemuda dingin sudah tidak ada di tempatnya

Hilang entah kemana keberadaannya

Seperti  udara tak nampak, tetapi dapat dirasakannya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun