Ketika membicarakan kemajuan dunia pendidikan, maka tidak ada salahnya untuk berpikir sejenak, bahwa dunia pendidikan yang membedakan antara pendidikan maju dengan pendidikan yang kurang maju, tolak ukurnya ada di dunia tulis. Bahkan sekarang tak sedikit dunia kampus berlomba-lomba mempublikasikan berbagai jurnal dan juga berbagai karya tulis lain, baik yang berupa fiksi maupun yang berupa karya ilmiah. Karena pendidikan yang di anggap maju merupakan sebuah pendidikan yang mampu mendidik anak didik dalam menghasilkan sebuah karya tulis.
Lalu muncul pertanyaan kenapa dunia tulis menjadi tolak ukur kemajuan pendidikan? Perhatikan sejenak tentang perbedaan antara manusia dengan makhluk lain, ternyata yang menjadi perbedaan masalah peradaban dunia tulis, Maka dari sinilah mendidik anak dari usia dini perlu ditanamkan tentang pemahaman dunia tulis, agar supaya nanti di jenjang berikutnya, sudah mampu menuangkan antara gagasan dengan diabadikan lewat dunia tulis. Maka tidak heran dalam berbagai agama yang menjadi pedoman tak lepas dari dunia tulis yang kita sebut dengan istilah "kitab suci".
Dengan peradaban dunia tulis diharapkan para pendidik mampu memberi keteladanan untuk terus berkarya lewat karya tulis, supaya dapat merangsang anak didik untuk terus berupaya menulis secara nalar dan pikiran yang di lalui anak didiknya.
Manusia dengan memori yang kadang sering lupa, maka dengan mencurahkan pikiran melalui karya tulis dapat menjadi memori sebagai bahan pengingat, apalagi karya tulis tak jarang yang abadi keberadaannya, bahkan para filosof Yunani dan Romawi sampai detik ini masih menjadi rujukan karya tulisnya. Â
Menanamkan anak didik yang masih di usia dini untuk mengenal dunia tulis diharapkan kedepan di saat menempuh pendidikan yang lebih tinggi mereka sudah mempunyai karakter budaya tulis yang luar biasa. Maka untuk itu daya tulis perlu ditanamkan di usia sejak dini, paling tidak mengenal terlebih dahulu dan nantinya diharapkan kejenjang sampai sarjana mampu membuat karya tulis yang mengagumkan. Karena perbedaan seorang akademisi itu secara intelektual dapat dilihat dari potensi dalam dunia tulis. Sehingga yang menjadi tolak ukur kemajuan kampus, yaitu: kampus yang mampu menelurkan banyak karya tulis, sedangkan kampus yang kurang dalam dunia publikasi karya tulis, berarti itu kampus yang masih dalam keadaan di bawah mutu standart kemajuan. Jadi tidak heran kalau kampus dengan rangking sepuluh besar dunia atau kampus dengan rangking sepuluh besar di Asia Tenggara begitu banyak terbitan atau publikasi dalam bentuk jurnal maupun dalam bentuk karya tulis lain.
Dunia tulis dapat dikatakan menjadi tolak ukur kemajuan sebuah kampus. Maka tak heran bangsa Barat mempunyai budaya tulis tinggi, lalu pertanyaannya bagaimana bangsa Asia Tenggara apakah mempunyai budaya tulis tinggi? Minimal paling tidak di Asia Tenggara sudah masuk level budaya baca. Karena dengan budaya baca dapat merangsang untuk menulis dan menyusun aksara dengan baik dan mampu menumbuhkan wawasan dan merangsang semangat untuk terus belajar dalam menerjemahkan kehidupan.
Dunia tulis menjadi dunia keabadian, banyak karya tulis yang disusun tahun sebelum masehi dan hasil karyanya sampai sekarang masih menjadi sumber rujukan. Bahkan karya beliau mampu mengubah dunia masa klasik menuju masa kontemporer. Demikian tulisan singkat dari saya dan  ku akhiri, bahwa kebenaran itu hanya milik Sang Maha Pencipta, saya hanya butiran debu yang berjalan menurut ketetapan Ilahi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H