Mohon tunggu...
Khoirul Insani
Khoirul Insani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Padjadjaran K. Pangandaran

Seorang mahasiswa baru Ilmu Komuikasi, tertarik dengan isu sosial dan politik, serta dunia psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bahlil dan Gelar Doktornya yang Mengherankan

30 Oktober 2024   14:02 Diperbarui: 30 Oktober 2024   14:20 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lama ini, Bahlil Lahadalia, yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, ramai diperbincangkan di media sosial khususnya X/Twitter dan pemberitaan nasional. Bukan karena kebijakan baru yang ia buat, melainkan karena gelar doktor yang baru saja ia raih. Bahlil Lahadalia resmi dinyatakan lulus dan menyandang gelar doktor pada 16 Oktober 2024 setelah menjalani sidang terbuka promosi Doktor Program Pascasarjana Kajian Stratejik dan Global di Universitas Indonesia (UI) dengan judul disertasinya yakni 'Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia'.

Pencapaian akademik, terlebih lagi gelar setinggi doktor seharusnya menjadi hal yang sangat membanggakan. Namun, dalam fenomena ini, gelar doktor tersebut justru menimbulkan banyak pertanyaan di benak publik. Berdasarkan penelusuran di laman pddikti.kemdikbud.go.id, Bahlil tercatat menjadi mahasiswa S3 di SKSG UI pada 13 Februari 2023. Gelar doktor yang biasanya diperoleh dengan proses panjang dan membutuhkan waktu yang lama ini tampaknya dapat Bahlil peroleh dalam waktu yang relatif singkat, sehingga hal ini membuat publik bertanya-tanya: Apakah gelar yang diperoleh tersebut sudah sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditetapkan? Apakah hal ini murni dari pemikiran dan prestasi beliau, atau kah ada faktor lain yang melatarbelakangi kecepatan tersebut?

Di tengah kesibukannya sebagai menteri, Bahlil mampu menyelesaikan program doktor nya dalam waktu 1 tahun 8 bulan, yang tentu saja hal ini mengundang rasa penasaran. Bagaimana mungkin seorang pejabat yang aktivitasnya sangat padat, masih dapat menjalani dan menyelesaikan program doktoral dengan cepat? Kecurigaan ini tidaklah muncul begitu saja, karena mengingat proses untuk mencapai gelar doktor umumnya membutuhkan waktu yang tidak singkat.

Lantas berapa tahun umumnya masa studi S3? Berdasarkan pasal 14 Peraturan Rektor UI Nomor 016 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Program Doktor di UI, disebutkan bahwa Program Doktor dirancang untuk 6 semester atau sekitar 3 tahun. Masa studi program S3 atau doktor dapat ditempuh sekurang-kurangnya 4 semester dan selama-lamanya 10 semester. Proses ini melibatkan penelitian intensif yang diakhiri dengan penulisan disertasi. Disertasi tersebut harus memuat kontribusi baru bagi ilmu pengetahuan, yang berarti mahasiswa doktoral harus terlibat dalam penelitian yang memakan waktu, pikiran, dan tenaga. Selain itu, disertasi ini juga harus dipertahankan di hadapan dewan penguji. Dengan proses yang begitu panjang dan menantang, wajar jika publik merasa heran ketika mengetahui bahwa Bahlil menyelesaikan semua tahapan ini dalam waktu singkat.

Fenomena Bahlil menarik perhatian karena ia memulai studi S3 nya di tahun 2023 yang dimana beliau sedang menjabat sebagai menteri dalam pemerintahan Jokowi. Cepatnya perolehan gelar doktor ini ramai diperbincangkan publik. Dengan kejadian yang sangat mengherankan ini patut dipertanyakan apakah Bahlil menerima kemudahan atau perlakuan khusus  yang mungkin tidak dirasakan oleh mahasiswa lainnya?

Dikutip dari Tempo.co pada 18 Oktober 2024, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, menilai ada ketidakwajaran dalam pemberian gelar doktor yang diberikan. Menurut Andrinof, program doktor, sekalipun jalur riset tidak mungkin diselesaikan dalam waktu 2 tahun, karena terdapat banyak tahapan yang harus dilalui seperti studi pustaka hingga penelitian lapangan.

Proses perolehan gelar doktor ini semakin kontroversial karena pemilik akun X @TIIndonesia juga mengunggah screenshoots yang berisi bahwa di dalam file disertasi Bahlil muncul nama author nya adalah Alvian Cendy Yustian. Menilik dari profil Linkedin, Alvian adalah seorang Investment Analyst di Kementrian Investasi/BKPM yang notabene adalah bawahan Bahlil. Hal ini menimbulkan dugaan baru bahwa disertasi Bahlil bukanlah buatannya sendiri, melainkan hasil "joki".

Adapun hal lain yang disoroti adalah Universitas Indonesia sebagai lembaga pendidikan ternama di Indonesia, memiliki reputasi yang harus dijaga. Setingkat UI seharusnya mempunyai standar yang ketat dan objektif dalam memberikan gelar, terlepas dari siapa pun mahasiswa yang bersangkutan. Jika universitas dianggap mengurangi standar atau memberikan perlakuan istimewa kepada tokoh publik/pejabat, maka kredibilitasnya sebagai lembaga pendidikan akan tercoreng. Jika kredibilitasnya sudah menurun, maka reputasinya sebagai kampus yang menghasilkan lulusan berkualitas akan dipertanyakan. Hal ini juga akan berdampak pada menurunnya kepercayaan publik, berkurangnya daya tarik UI bagi calon mahasiswa baru, dan berkurang/terputusnya dukungan dari pihak-pihak yang bekerjasama.

Tidak hanya UI, Bahlil sebagai tokoh publik pun harus menjaga kredibilitasnya. Sebagai seorang pejabat dalam pemerintahan, segala tindak perilakunya akan selalu diawasi dan diperhatikan publik. Dalam hal ini, pencapaian akademik yang seharusnya bisa meningkatkan citra positif justru bisa menjadi bumerang apabila proses perolehannya tidak sesuai dengan prosedur. Jika gelar yang ia raih dipertanyakan, maka hal ini dapat memengaruhi kepercayaan publik terhadap kapasitas dan kompetensinya. Pada akhirnya, citra seorang tokoh publik pun  dapat mencerminkan lembaga pendidikan yang menaunginya.

Dalam fenomena ini, Bahlil sebagai tokoh publik harusnya senantiasa memiliki integritas dalam bertindak dan berperilaku. Tidak hanya dalam lingkup pemerintahan, tetapi juga dalam kehidupannya sehari-hari. Ketika mendapatkan pencapaian akademik, publik pasti berharap bahwa pencapaiannya diraih melalui proses yang benar, sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku. Tindakan yang sesuai dengan aturan mencerminkan moral dan etika seseorang yang akhirnya dapat membangun kepercayaan publik.

Oleh karena itu, penting bagi seorang tokoh publik untuk bersikap lebih transparan agar tindakannya tidak menimbulkan pertanyaan. Jika tidak disertai hal ini, maka pencapaiannya tidaklah berarti apa-apa,  yang tersisa hanya keraguan dan menurunnya kredibilitas, baik bagi individu itu sendiri, maupun lembaga terkait.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun