‘’Suram dan gelap, abstrak, sulit tuk dijangkau bahkan hanya sekedar tuk memprekdiksikan. Nasib baik itu urung hilang, terbawa takdir buruk yang merasuk. Entah itu ujian atau hukuman, yang kumau hanya satu. Tuhan......cepat ambil nyawaku.’’
%
Awan hitam memnghampar luas, menghias langit ibu kota. Hujan terlampau tuk dilewati. Tak ada celah yang memungkinkan kita tuk menghindar. Keramaian itu memuncak, membuncah mengerumuni satu titik. Hujan deras terhalau begitu saja, demi menyelamatkan dua jiwa yang tengah terkapar tak berdaya.
Sirine-sirine ambulans ataupun polisi memecah suara hujan. Tak kenal pandang bulu mereka bekerja sigap dan tepat. Garis polisipun terbentang sepanjang area kecelakaan.
Ambulans yang membawa dua jiwa itu melintas menerjang hujan. Bak raja jalanan, kendaraan lain otomatis menghindar. Kurang dari seperempat jam, sampailah mereka di tempat tujuan. Penyambutan berlangsung menegang. Mereka-mereka yang berkostum serba putih mengeluarkan ranjang-ranjang beroda tuk menbawa mereka pada sebuah tempat. Tempat yang penuh dengan ketegangan. Kabar buruk atau baikkah yang akan terdengar.
%
‘’Syukurlah akhirnya anda siuman juga’’
‘’Dimanakah aku berada Karin?’’
‘’Anda kini berada di ruang rawat inap Nyonya, sebelumnya, tiga hari yang lalu Nyonya dirawat di UGD, namun keadaan Nyonya yang semakin membaik, dokter mengizinkan anda untuk dirawat di ruang inap saja.’’ Jelas sang asisten, Karin kepada Nyonya besarnya yang tengah terbaring lemah.
Wanita tengah baya yang sedang terkulai tak berdaya itu, mengernyitkan dahinya. Memutar memori otak. Mencari rekaman, apa gerangan yang terjadi tiga hari terakhir ini.
‘’Anda mengalami kecelakaan, Nyonya, apakah Nyonya besar mengingatnya?’’ Karin mencoba membantu mengais-ngais ingatan bos besarnya.