Mohon tunggu...
Humaniora

Fenomena Pengemis 2016

5 Agustus 2016   13:29 Diperbarui: 5 Agustus 2016   13:35 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pasti kalian pernah mendengar mengenai seorang pengemis yang memiliki predikat jutawan atau bahkan milyarder. Bagaimana tidak hanya dengan modal pakaian lusuh dan mimik muka mengiba sambil menengadahkan tangan, mereka dapat meraup penghasilan yang begitu besar. Tanpa modal ijazah sekolah tertinggipun mereka dapat sukses melebihi kesuksesan seorang sarjana sekalipun. Sedangkan kita yang dianggap mapan karena berpredikat calon sarjana atau mungkin bahkan telah mencapai titik sarjana masih berpikir panjang, bingung plus gigit jari bagaimana cara mendapat pekerjaan sehingga dapat menghasilkan pundi-pundi uang.

Kita memang berbeda, pemikiran kita dengan seorang pengemis pastinya berbeda juga. Tetapi kadang terbesit pula dalam benak saya. Tak bisa dipungkiri bahwasanya di depan gerbang kampus saya terdapat lebih dari seorang pengemis yang mangkal di sana. Setiap keluar kampus selalu ada wajah mengiba dari suara-suara entah itu suara tangisan ataupun yaaa pastinya suara meminta. Untungnya hanya saat keluar kampus karena saya masuk kampus sekitar pukul 7 mungkin mereka masih menyiapkan dirilah sekedar sarapan sama seperti kita sebelum sekolah atau kuliah juga pasti sarapan.

Saya menulis artikel ini bukan ingin mengompori para pembaca untuk tidak memberikan sedekah kepada yang lebih membutuhkan dari pada kita. Atau mungkin kalian semua mengira saya seorang yang pelit. Namun mutlak saya menulis ini karena adanya fenomena yang sungguh menggelikan. Para pengemis di depan gerbang kampus saya memang hebat memiliki manajemen waktu yang mungkin kita juga kalah dalam hal itu. Apabila saya perhatikan hampir  setiap hari, kecuali Sabtu dan Minggu (karena memang hari libur) pengemis-pengemis tersebut masih saja beroperasi di sana. Bahkan mereka kayaknya juga memiliki penanggalan yang hebat, karena setiap hari libur semisal libur hari raya atau tanggal merah juga sudah dipastikan  gak bakalan nemuin batang hidung mereka. Hal inilah yang membuat saya geli dan heran pekerjaan apapun bahkan seorang pengemis punya strategi dalam menjalankannya. Lalu bagaimana strategi anda dalam menjalani kehidupan lebih jitu kah atau …….nothing??!

Hal ini belum seberapa, ada lagi dua orang, mungkin seorang ibu dan anaknya. Yang satu ini mereka mkemiliki cara yang lebih oke. Tempat pangkalan merekapun oke juga. Yaitu di depan ATM. Setelah kita antri panjangggggg untuk ngambil duit keluar-keluar bakal ada yang nyodorin sesuatu ke kita. Sebuah amplop dengan tulisan ‘’Minta uang untuk makan.’’Oh my God….saya antri untuk ngambil duit juga buat makan bu….dan mungkin juga mereka harus tahu juga kalau mgambil duit dari ATM keluarnya klo nggak limapuluh ribuan ya seratus ribuan dan yang perlu diketahui juga itu ATM yang mendominasi mahasiswa. Pasti yang namanya mahasiswa kebanyakan ngambil duit pas udah bokek alias saldo dalam dompet mereka udah nol. Apa iya selembaran seratus ribuan kita masukin amplop dan berkata ‘’ Bu kembalian dong sembilan puluh delapan ribu rupiah.’’ Hahaha nggak pernah terbayang hal itu terjadi, adanya transaksi antara si dermawan dan pengemis. Hal lain yang lebih oke adalah raut muka mereka yang jutek abis plus maksa  ditambah lagi gincu mereka yang merah merekah. Mungkin ada the power of gincu di situ. Satu lagi anaknya yang rambutnya dicat pirang atau kemerah-merahan ngalah-ngalahin artis ibu kota kayaknya.

Membantu sesama manusia memang hal yang sangat baik dan dianjurkan. Tapi alangkah baiknya selagi tenaga masih ada dan jiwa raga kita kuat kita membanting tulang dengan pekerjaan yang lebih mulia walau itu hanya menjadi tukang kuli, buruh, tukang sapu atau pekerjaan kasar lainnya dari pada harus meminta-minta apalagi memaksa. Lagian dengan banyak nya GEPENG alias gelandangan dan pengemis menjadikan pandangan yang kurang baik pada sebuah kota. Oleh karena itulah kenapa ada razia polisi yang mengamankan mereka dan memasukkan ke dinas sosial dengan tujuan memberikan pelatihan ketrampilan untuk mereka. Sayangnya masih banyak para-para mereka itu yang kurang mengerti  dan malah bersikap kurang baik.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun