Ekonomi informal muncul sebagai respons terhadap keterbatasan kesempatan di sektor formal, terutama di negara berkembang di mana keterbatasan sumber daya dan kurangnya kesempatan kerja. International Labour Organization (ILO) atau Perburuhan Internasional adalah salah satu pelopor konsep "sektor informal", berkaca dari pengalaman Afrika yang didokumentasikan dalam sebuah kajian pada tahun 1972.Â
Fokusnya terletak pada dualisme dalam pasar tenaga kerja di daerah perkotaan yang melihat bahwa sektor berproduktivitas rendah, tidak diregulasi dan sangat banyak muncul berdampingan dengan sektor formal, yang terdiri dari usaha terdaftar dan sektor publik. Konsep dualisme pasar kerja adalah pengaruh intelektual dari perspektif berbeda, seperti pemikiran dualisme dalam proses pembangunan. Kerangka kerja ini menawarkan sebuah prediksi yang optimis. Kondisi tenaga kerja yang "berlebihan" di daerah pedesaan akan berkurang melalui proses industrialisasi yang berkelanjutan.Â
Oleh karenanya, dualisme ekonomi akan mengalami sebuah penurunan sekuler. Dalam pandangan ini, sektor informal yang berproduktivitas dan berupah rendah menjadi "ruang tunggu" untuk pekerja desa-kota di saat mereka juga mengantre untuk masuk ke pekerjaan sektor formal yang menguntungkan.
Ekonomi informal merupakan jalur penyelamat bagi jutaan orang di seluruh dunia. Ini merupakan campuran dinamis dari pekerjaan, usaha kecil, dan kegiatan ekonomi yang berkembang pesat di luar regulasi formal, didorong oleh semangat kewirausahaan yang dinamis. Namun, kekuatan vital ini sering kali diabaikan dalam wacana global tentang pertumbuhan ekonomi.Â
Ekonomi informal mencakup berbagai aktivitas ekonomi yang tidak terdaftar, tidak tercatat, atau tidak diatur oleh pemerintah. Kegiatan ini meliputi usaha mikro, pedagang kaki lima, pekerja rumah tangga, tukang ojek, nelayan tradisional, dan buruh lepas di sektor pertanian, manufaktur, dan jasa. Karena sifatnya yang tidak terdaftar, pelaku ekonomi informal sering kali tidak memiliki akses ke fasilitas formal seperti jaminan sosial, perbankan, atau perlindungan hukum.Â
Secara kolektif, kita akan memperoleh banyak keuntungan dari dukungan terhadap ekonomi informal. Ekonomi informal memiliki peran penting dalam upaya kita untuk mencapai SDGs, membuka potensi penuh pasar berkembang, dan memungkinkan pertumbuhan ekonomi inklusif yang menguntungkan kelompok yang kurang terlayani, termasuk perempuan dan kaum muda.
Ekonomi informal telah lama menjadi bagian penting dari perekonomian Indonesia, dengan sekitar 60% dari total tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor informal, sektor ini memainkan peran yang signifikan dalam mendukung perekonomian nasional.Â
Sektor informal berperan tidak hanya sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi jutaan masyarakat Indonesia tetapi juga sebagai penyangga dalam menjaga ketahanan ekonomi pada saat krisis. Meskipun sering kali berada di luar radar regulasi formal, ekonomi informal memiliki dampak besar dalam mengurangi angka kemiskinan dan menyediakan penghidupan bagi kelompok rentan.
Ekonomi informal di Indonesia memiliki karakteristik yang beragam, mulai dari kegiatan perdagangan kecil hingga bisnis jasa. Namun, meskipun tidak beroperasi dalam ranah formal, sektor informal memiliki kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja, terutama di pedesaan. Ekonomi informal adalah bagian vital dari perekonomian Indonesia yang memiliki peran besar dalam mendukung pertumbuhan berkelanjutan.Â
Meskipun dihadapkan pada tantangan seperti kurangnya perlindungan sosial dan akses ke pembiayaan, sektor ini tetap menjadi penyelamat bagi jutaan masyarakat Indonesia.Â