Mohon tunggu...
Khoirula AmaliaWahida
Khoirula AmaliaWahida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Antropologi Budaya

Halo! Saya Khoirula Amalia, Mahasiswa semester 4 program studi Antropologi Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Tanamkan Nilai Etika dan Moral Mahasiswa, Solusi Tindak Kecurangan ChatGPT

30 Juni 2023   21:32 Diperbarui: 30 Juni 2023   21:54 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Salah satu produk teknologi yang sedang marak dibicarakan akhir-akhir ini adalah (Artificial Intelligence) AI atau kecerdasan buatan. Berbagai fitur dan fungsi yang ditawarkan oleh kecerdasan buatan ini semakin mengambil peran dalam kegiatan pembelajaran di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi.

OpenAI (sebuah lembaga penelitian teknologi nirlaba yang didanai oleh Altman dan Musk) dikabarkan telah merilis chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI), ChatGPT, pada November 2022 lalu. ChatGPT dirancang untuk dapat memberikan jawaban dengan bahasa sehari-hari, berdasarkan instruksi atau pertanyaan yang diajukan oleh pengguna. Apabila pengguna memberikan instruksi yang memadai, ChatGPT mampu menghasilkan teks, seperti puisi, esai, dan artikel dengan hasil yang cukup meyakinkan serta struktur bahasa yang bagus (Rizky & Nandyatama, 2023).

ChatGPT menawarkan potensi yang sangat menarik dalam dunia pendidikan karena  membantu pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, membantu siswa atau mahasiswa mengerjakan tugas, dan bahkan dapat berperan sebagai asisten virtual untuk siswa (Faiz & Kurniawaty, 2023). Namun, sisi buruk dari mudahnya penggunaan ChatGPT dalam lingkup pendidikan, khususnya perguruan tinggi adalah semakin besarnya kesempatan mahasiswa untuk terjerumus dalam tindakan yang melanggar aturan pendidikan, misalnya plagiarisme.

Dalam sebuah acara Bincang Bersama CEO OpenAI, Nadiem Makarim turut mengajukan pertanyaan serupa, mengenai bagaimana dunia pendidikan di masa depan menghadapi perubahan akibat teknologi kecerdasan buatan ini? Menurut Altman selaku CEO OpenAI mengatakan, bawha perubahan teknologi dalam bidang pendidikan bukanlah hal baru. Sebenarnya, tantangan akan perkembangan teknologi sudah ada sejak dahulu, misalnya pada saat munculnya alat hitung (kalkulator) dan juga alat pencarian (google) yang dinilai memiliki dampak negatif terhadap dunia pendidikan. Namun pada kenyataannya, saat ini kedua hal tersebut menjadi bagian yang sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Kekhawatiran tersebut kembali muncul pada lingkup pendidikan akibat dari munculnya ChatGPT akhir-akhir ini, ucap Sam Altman selaku CEO Open AI dalam kunjungannya ke Jakarta 14 Juni lalu. Ia menegaskan bahwa pendidikan akan selalu berubah secara dramatis. Namun, hal tersebut sudah sering terjadi dalam sejarah dunia pendidikan sebelumnya.

Teknologi AI, seperti ChatGPT dan sejenisnya akan terus berkembang serta berpotensi untuk menjadi lebih optimal di kemudian hari. Dengan demikian, lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi perlu menentukan Langkah kebijakan dalam menghadapi era kecerdasan buatan dan dampaknya bagi dunia akademik. Menurut Faiz & Kurniawaty (2023) agar mahasiswa tidak terjerumus dalam tindak kecurangan, diperlukan berbagai kebijakan melalui sudut pandang etika normatif dan aturan moral dalam lingkup perguruan tinggi.

Diantara kebijakan tersebut, yakni para pemangku kebijakan perlu merancang peraturan mengenai prosedur penggunaan ChatGPT dengan tujuan mengurangi kemungkinan terjadinya perilaku tidak bermoral, seperti plagiarisme. Kedua, pendidik atau dosen perlu memahami kondisi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga, tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan ChatGPT perlu dijadikan sebagai media untuk memperkaya materi dan bahan ajar, asal bukan sebagai sumber utama.

Penguatan etika dan moral dalam penggunaan ChatGPT sebagai alat penunjang dalam pendidikan seharusnya dapat mempengaruhi perilaku mahasiswa dalam setiap pengambilan keputusan dalam memanfaatkan chatGPT. Penanaman etika dan moral ini bertujuan agar para civitas akademik, khususnya mahasiswa dapat memfilter serta menyikapi kemunculan berbagai teknologi yang ada saat ini dengan bijak. Kebijakan ini sejalan dengan pendapat Altman, bahwa segala sesuatu yang datang dari Barat seharusnya ditanggapi dengan bijak agar tidak mengikis nilai etika serta moral yang ada dalam lingkup akademisi.

Referensi

Faiz, A., & Kurniawaty, I. (2023). Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Tantangan Penggunaan ChatGPT dalam Pendidikan Ditinjau dari Sudut Pandang Moral. Jurnal Ilmu Pendidikan, 5(1), 456--463. https://doi.org/10.31004/edukatif.v5i1.4779%0Ahttps://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/3342451

Rizky M., & Nandyatama, R. W. (2023, February 6). Polemik ChatGPT: Bagaimana Perguruan Tinggi Harus Bersikap? Unit Inovasi Akademik FISIPOL UGM -- Portal Informasi Inovasi & Hibah Akademik. https://uia.fisipol.ugm.ac.id/polemik-chatgpt-bagaimana-perguruan-tinggi-harus-bersikap/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun