PENDAHULUAN
Tokoh-tokoh utama Muhammadiyah, khususnya Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai pendiri dan Ki Bagus Hadikusumo, menegaskan bahwa Islam bukan sekadar ajaran yang tertuang dalam Alquran dan Hadis, tetapi juga harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip ini menekankan keseimbangan antara teori dan praktik. Namun, jika disalahpahami, dapat muncul kesan bahwa teks-teks suci kurang esensial. Padahal, baik pengetahuan yang terkandung dalam Alquran dan Hadis, maupun penerapannya dalam kehidupan sosial, sama pentingnya. Keduanya harus berjalan selaras untuk menjaga keutuhan ajaran Islam.
Demikian pula dengan Muhammadiyah. Pemahaman mendalam tentang ideologi dan program Persyarikatan sangat diperlukan. Pengetahuan ini menjadi landasan dalam menjalankan misi Muhammadiyah. Namun, amal usaha nyata yang berorientasi pada kemaslahatan umat dan kesejahteraan bangsa juga memiliki urgensi yang sama pentingnya. Pengetahuan dan amal harus berjalan beriringan untuk menciptakan harmoni antara gagasan dan tindakan, demi mencapai tujuan bersama.
ISLAM SEBAGAI SUNNATULLAH
Perspektif Muhammadiyah mengenai Islam sebagai penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah menekankan pentingnya memahami sunnatullah, atau hukum alam yang berlaku secara universal. Sunnatullah mengatur segala hal di alam semesta, mulai dari gerakan planet hingga kehidupan sehari-hari makhluk hidup. Semua ciptaan, termasuk manusia, tunduk pada hukum-hukum ini, baik mereka menyadarinya maupun tidak. Dalam konteks manusia, memahami dan hidup selaras dengan sunnatullah bukan hanya mencakup aspek spiritual, tetapi juga keseharian seperti interaksi sosial, pengelolaan lingkungan, dan kesehatan. Islam sebagai agama yang selaras dengan sunnatullah mengajarkan bahwa setiap Muslim harus memahami keterkaitan antara makhluk hidup, alam, dan kehendak Allah. Dalam Muhammadiyah, keselarasan ini tidak terbatas pada ritual ibadah, tetapi juga dalam memahami dunia fisik melalui ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sarana untuk memahami sunnatullah, sehingga umat dapat menjalani kehidupan yang harmonis dan bertanggung jawab terhadap alam.
Salah satu contoh penerapan sunnatullah dalam kehidupan beragama adalah penentuan waktu ibadah dalam kondisi geografis ekstrem, seperti di negara-negara dengan perbedaan panjang siang dan malam yang sangat besar. Di wilayah kutub atau negara seperti Kanada, umat Islam menghadapi tantangan dalam menentukan waktu salat dan puasa karena durasi siang dan malam yang ekstrem. Pada musim dingin, siang bisa hanya berlangsung beberapa jam, sementara pada musim panas siang hari bisa hampir 24 jam. Dalam situasi ini, umat Islam di sana harus menggunakan panduan syariah yang memungkinkan fleksibilitas, seperti mengikuti waktu ibadah negara terdekat yang memiliki durasi siang dan malam yang lebih stabil. Hal ini menunjukkan bahwa Islam bukan agama yang kaku, tetapi memiliki keluwesan dalam menghadapi kondisi geografis dan sosial yang berbeda. Muhammadiyah menekankan pentingnya pemahaman mendalam terhadap sunnatullah agar umat Islam dapat menjalani ibadah dengan baik dalam berbagai kondisi. Kesadaran ini juga menekankan bahwa Islam sangat erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan, terutama dalam hal memahami hukum alam.
Di Indonesia, yang terletak di wilayah khatulistiwa, umat Islam diuntungkan dengan panjang waktu siang dan malam yang hampir sama sepanjang tahun, sehingga penentuan waktu ibadah relatif mudah. Ini menunjukkan bentuk rahmat Allah kepada umat-Nya yang tinggal di daerah tropis, yang memudahkan mereka dalam menjalankan kewajiban agama secara konsisten. Namun, tantangan yang dihadapi umat Islam di wilayah dengan perbedaan waktu yang ekstrem mengajarkan fleksibilitas dalam Islam, dan Muhammadiyah menegaskan pentingnya kesadaran ini sebagai bagian dari komitmen untuk menjalankan Islam dengan penuh pemahaman.
Muhammadiyah melihat integrasi antara agama dan ilmu pengetahuan sebagai jalan untuk menjalankan sunnatullah. Misalnya, penggunaan pengetahuan astronomi dalam menentukan waktu ibadah di daerah ekstrem menunjukkan bagaimana agama dapat berpadu dengan ilmu pengetahuan untuk menemukan solusi yang tetap sesuai dengan syariah. Islam dalam perspektif Muhammadiyah tidak hanya berfokus pada ritual, tetapi juga mendorong umat untuk hidup harmonis dengan alam, menggunakan ilmu untuk memahami dan menjaga keseimbangan kehidupan di bumi. Dengan demikian, Islam menurut Muhammadiyah adalah agama yang mengajarkan keseimbangan antara kehidupan spiritual dan duniawi, mendorong umatnya untuk hidup sejalan dengan hukum Tuhan dan hukum alam. Fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah di berbagai kondisi menunjukkan betapa Islam adalah agama yang memelihara keseimbangan antara spiritualitas dan kehidupan praktis, sehingga umat dapat menjalani kehidupan yang penuh harmoni di mana pun mereka berada.
ISLAM DAN ASPEK KEHIDUPAN
Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual, tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan. Konsep waktu dalam ibadah, misalnya, disesuaikan dengan kondisi alam dan geografis. Ini menunjukkan fleksibilitas Islam dalam menghadapi berbagai situasi. Bagi yang tinggal di daerah khatulistiwa, kestabilan panjang waktu siang dan malam menjadi keuntungan dalam menjalankan ibadah. Selain itu, Islam mengajarkan hubungan yang seimbang, tidak hanya antara manusia dan Tuhan melalui ritual, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan sosial. Islam adalah ajaran yang universal dan komprehensif, yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, sebagaimana Allah menegaskan dalam Alquran, "Hari ini telah Aku sempurnakan agama bagimu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu" (QS Al-Maidah: 3). Oleh karena itu, Islam tidak hanya menjadi ajaran teoretis, tetapi harus diterapkan dalam tindakan nyata sehari-hari.
Buya Syafi'i Ma'arif pernah menegaskan pentingnya keseimbangan antara ucapan dan tindakan. Apa yang kita katakan harus kita laksanakan. Jika tidak, hal itu bisa mencederai integritas kita, dan berujung pada ketidakjujuran. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, nilai-nilai disiplin, kerja keras, dan orientasi jangka panjang harus diterapkan dengan fokus pada kebutuhan, bukan keinginan. Namun, memahami Islam secara mendalam tidaklah mudah, terutama bagi mereka yang kurang memiliki akses terhadap ilmu. Pengetahuan menjadi kunci untuk memahami ajaran-ajaran Islam, sebagaimana Allah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Sayangnya, kenyataan menunjukkan bahwa banyak umat Islam masih belum membekali diri dengan pengetahuan yang memadai. Data tahun 2023 menunjukkan bahwa 61% masyarakat kita masih memiliki tingkat pendidikan rendah, dengan 23% di antaranya tidak menamatkan pendidikan dasar.